Pertemuan Putin dan Kim Jong-un Jadi 'Ketakutan' Dunia, Ternyata Ini Alasannya
RIAU24.COM - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un datang ke Rusia untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (12/9/2023).
Pertemuan itu dilangsungkan saat Rusia berada dalam ketegangan yang memuncak dengan Barat sehubungan dengan serangannya ke Ukraina.
Pertemuan keduanya diperkirakan akan fokus pada kesepakatan militer baru.
Ini terkait dengan harapan Presiden Putin yang disebut-sebut berharap persenjataan Pyongyang dapat membantunya meraih kesuksesan dalam langkahnya di Ukraina.
"Saya pikir jelas ini berarti bahwa dia mengalami kesulitan dalam mempertahankan upaya militer sehingga dia mencari bantuan dari Korea Utara," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller sebagaimana dikutip dari Newsweek, Rabu (13/9/2023).
"Bukan hanya ia gagal mencapai tujuannya di medan perang, tapi Anda melihat ia melakukan perjalanan melintasi negaranya sendiri sambil bergandengan tangan untuk memohon bantuan militer kepada Kim Jong Un."
Rusia sendiri dilaporkan telah menggunakan persenjataan buatan negara lain untuk menyerang Ukraina.
Moskow mengandalkan Iran untuk drone kamikaze, Belarusia untuk kendaraan lapis baja, dan Korut untuk amunisi.
Di sisi lain, China yang memiliki kemitraan strategis dengan Rusia belum mengirimkan senjata untuk negara itu.
"Banyak patriot Rusia akan bertanya-tanya mengapa kerajaan besar mereka harus memohon kepada diktator," kata Frederik Mertens, analis strategis di Pusat Studi Strategis Den Haag.
Pertukaran senjata antara keduanya tak hanya akan menimbulkan masalah bagi Ukraina, namun juga dapat memperburuk ketegangan hubungan di negara lain.
Rusia dilaporkan setuju untuk mempersenjatai Iran dengan jet tempur sebagai imbalan atas dukungan Teheran dalam serangan Ukraina.
Perjanjian serupa ditakutkan akan menimbulkan kekhawatiran di antara Pyongyang dengan negara-negara demokrasi di Asia Timur.
"Setiap peningkatan kemampuan militer (Korut) akan semakin memicu perlombaan senjata di Timur Jauh, karena hal ini akan mendorong Korea Selatan dan Jepang untuk lebih meningkatkan angkatan bersenjata mereka, terutama Jepang yang akan sangat mengkhawatirkan China," kata Mertens.
Meski begitu, analis militer Rusia dari The Fletcher School of Law and Diplomacy di Tufts University di Massachusetts, Pavel Luzin, mengatakan kepada bahwa pertemuan puncak Kim-Putin mungkin tidak banyak membantu meredakan permasalahan di medan perang Rusia.
"Pyongyang tidak mampu banyak membantu Rusia. Jumlah pelurunya terbatas, dan kualitasnya rendah," pungkasnya. ***