RI Kalah di WTO, Jokowi Beberkan dan Tegas Pasang Badan!
RIAU24.COM - Indonesia telah dinyatakan kalah oleh Organisasii Perdagangan Dunia (WTO) dalam gugatan Uni Eropa pada Oktober 2022 lalu.
Hal ini terkait kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri yang resmi berlaku pada 1 Januari 2020.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan reaksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika mengetahui bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO.
"Apa kata Pak Presiden? hati-hati memang kalau orang kampung jadi Presiden leadership-nya kuat. Apa kata Presiden? Mas Bahlil, negara ini sudah merdeka, negara ini ada pemerintahannya ada rakyatnya dilindungi oleh undang-undang. Gak boleh menyerah kepada negara manapun yang mau menekan, kita lawan itu Uni Eropa di WTO," terang Menteri Bahlil dalam Kuliah Umum Menteri Investasi/Kepala BKPM di Universitas Sebelas Maret (UNS), dikutip Minggu (3/9/2023).
Bahlil mengatakan, bahwa alasan Uni Eropa menggugat Indonesia di WTO karena saat ini dunia bergerak menuju energi hijau dan industri ramah lingkungan.
Di mana, bahan-bahan untuk mendukung hal-hal tersebut membutuhkan nikel.
Nikel sebagaimana diketahui untuk kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik.
"Baterai ini bahan bakunya ada empat; nikel, kobalt, mangan, dan lithium," ujarnya.
Seperti diketahui, Indonesia punya tiga dari empat bahan baku baterai listrik tersebut, yakni nikel, kobalt, dan mangan. Bahlil mengatakan hanya lithium yang tidak dimiliki Indonesia.
Oleh karena itu, ia menyebut negara lain, termasuk Uni Eropa tak sudi industri tanah air berkembang. Inilah yang berujung penjegalan di WTO.
"Inilah politik luar negeri dunia agar memaksa kita untuk industri kita tidak berkembang di Indonesia," tandasnya.
Kronologi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan, dalam final panel report Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO yang dirilis pada 17 Oktober 2022, dinyatakan kebijakan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO.
Laporan final panel report ini tertuang dalam sengketa DS 592.
"Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994," papar Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022).
Dalam final panel report tersebut juga berisi panel menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO.
Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
(***)