Arab Saudi Gelar Konferensi Damai Ukraina, Rusia Ogak Diajak
RIAU24.COM - Pemerintah Arab Saudi berencana untuk mengumpulkan beberapa negara untuk sebuah pertemuan di Jeddah akhir pekan ini.
Pertemuan ini bertujuan untuk membahas proposal perdamaian mengenai perang Ukraina.
Dalam acara tersebut, Riyadh berencana mengundang Ukraina beserta 30 undangan termasuk China, Mesir, Uni Eropa, Indonesia, Polandia, Inggris, Amerika Serikat dan Zambia. Selain itu Ukraina juga ikut dilibatkan.
Di sisi lain, Rusia disebut tidak akan terlibat dalam pertemuan ini. Walau begitu, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa setiap upaya perdamaian "layak untuk penilaian positif."
"Masih harus dipahami sepenuhnya tujuan apa yang ditetapkan dan apa, sebenarnya, yang direncanakan penyelenggara untuk dibicarakan," ujarnya kepada Newsweek, dikutip Jumat (4/8/2023).
Acara di Jeddah akan menjadi pertemuan perdamaian kedua yang diselenggarakan atas saran Ukraina, setelah pertemuan serupa di Kopenhagen, Denmark, pada bulan Juni.
Kyiv berharap dapat mengumpulkan lebih banyak dukungan untuk rencana perdamaian yang digagas Presiden Volodymyr Zelensky.
Zelensky sejauh ini telah merancang 10 poin perdamaian. Poin-poinnya termasuk penarikan penuh Rusia dari Ukraina sesuai dengan perbatasan tahun 1991, ganti rugi atas kerusakan perang, serta penuntutan para pemimpin Rusia atas kejahatan perang.
Namun ide ini ditolak mentah-mentah oleh Kremlin. Moskow yang telah membuka keran diskusi mengatakan perundingan harus didasarkan pada "realitas baru", termasuk pengakuan atas 20% wilayah Ukraina yang telah dicaplok Kremlin.
Oleksandr Merezhko, anggota parlemen Ukraina dan ketua komite urusan luar negeri badan itu, menduga bahwa penolakan Rusia atas proposal Zelensky didasarkan pada asumsi bahwa Moskow memang sengaja ingin menjajah Ukraina.
"Tidak ada gunanya mengundang Rusia sama sekali karena tidak akan pernah memainkan peran konstruktif dan tidak tertarik pada perdamaian," kata Merezhko.
Sementara itu, upaya diplomasi dalam perang Rusia-Ukraina sendiri saat ini banyak melibatkan negara-negara berkembang di belahan bumi Selatan.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba berada di garis depan kampanye hubungan masyarakat Kyiv untuk mempengaruhi negara-negara ini dari Rusia.
"India, Brasil, dan Afrika Selatan adalah target utama para diplomat Ukraina. Diplomasi dan diplomasi parlemen kita lebih memperhatikan hubungan dengan Global South," jelas Merezhko.
Walau begitu, Merezhko mengakui meyakinkan negara-negara ini tak mudah. Presiden Brasil Lula da Silva, Rabu lalu mengatakan baik Putin maupun Zelensky tidak siap untuk pembicaraan damai yang sebenarnya. India juga menghindari keberpihakan.
"Sulit untuk meyakinkan India, tapi argumen kami adalah negara demokrasi terbesar di dunia dan tidak boleh mengabaikan genosida yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina.”
(***)