Kisruh OTT Basarnas, Koalisi Sipil Desak Pimpinan KPK Dicopot Jabatan
RIAU24.COM - Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti kisruh penanganan kasus dugaan korupsi di Basarnas yang ditangani KPK. Koalisi Masyarakat Sipil mendesak untuk berhentikan pimpinan KPK saat ini.
Mulanya, Isnur mengatakan kekisruhan yang terjadi saat ini merupakan rangkaian utuh dari buruknya KPK di bawah kepemimpinan pimpinan KPK saat ini. Isnur bahkan menyebut ada miss-komunikasi di tahap penyelidikan kasus Basarnas ini.
"Tadi kan bicara soal pimpinan KPK, kita bisa melihat bagaimana kekisruhan ini adalah bagian rangkaian utuh dari buruknya KPK sekarang di bawah pimpinan Firli dkk, bagaimana suara Firli, suara Tanak, suara Alex Marwata, bagaimana upaya rangkaian penyelidikan yang kalian dengar itu dalam proses-proses sebelumnya Puspom sudah dilibatkan," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (30/7/2023).
Isnur menyebut muncul dua informasi soal Puspom TNI dilibatkan dan tidak dilibatkan saat ekspose kasus Basarnas. Dia menyebut kasus ini semakin semrawut karena koordinasi yang buruk dari pimpinan KPK.
"Tapi informasinya Puspom tidak dilibatkan, bahkan dalam rilis yang mereka rilis sudah hadir dalam ekspose, jadi ada koordinasi yang panjang, lah kenapa seolah olah ada informasi tidak ada koordinasi, jadi ini buruknya Firli, buruknya pimpinan KPK menandakan semakin semrawut dalam penanganan," ujar Isnur.
Isnur menegaskan pihaknya mendesak Firli Bahuri dkk untuk diberhentikan. Bila tidak mau, pihaknya mendesak Firli dkk untuk mengundurkan diri.
"Oleh karena itu kami sejak dulu mendesak berhentikan Firli dan kawan-kawan, atau mengundurkan diri lah kalau tidak mau diberhentikan," ujar Isnur.
Dalam OTT di Basarnas, ada lima orang yang ditetapkan tersangka oleh KPK. Kelima tersangka itu terdiri atas tiga pihak swasta selaku pemberi suap dan dua oknum TNI masing-masing Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto selaku penerima suap.
Pengumuman tersangka kepada dua anggota TNI itu direspons pihak Puspom TNI. Mereka keberatan atas langkah yang dilakukan KPK.
Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko mengatakan penetapan tersangka KPK dalam hal ini keliru. Sebab, lanjut dia, penetapan tersangka hanya bisa dilakukan oleh Puspom TNI karena statusnya masih perwira aktif.
"Penyidik itu kalau polisi, nggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi. KPK juga begitu, nggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik, di militer juga begitu. Mas, sama. Nah, untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini Polisi Militer," jelasnya saat dihubungi, Jumat (28/7).
Dari sini polemik OTT di Basarnas dimulai. Rombongan TNI dipimpin Marsda Agung lalu menyambangi gedung KPK pada Jumat (28/7) sore untuk menanyakan bukti hingga penetapan Kabasarnas sebagai tersangka.
Setelah melakukan audiensi, KPK diwakili Wakil Ketua KPK Johanis Tanak didampingi petinggi TNI memberikan keterangan mengenai hasil audiensi.
Johanis Tanak lalu menyampaikan permohonan maaf kepada TNI terkait penanganan kasus korupsi di Basarnas.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasanya mana kala ada melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan kita, bukan KPK yang tangani," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (28/7).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata buka suara soal kisruh operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap di Basarnas. Alexander menyatakan tidak pernah menyalahkan penyelidik atas polemik yang telah terjadi di kasus tersebut.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya," kata Alexander dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (29/7/2023).
Alexander juga menjadi pimpinan KPK yang mengumumkan kelima tersangka tersebut dalam konferensi pers yang digelar KPK pada Rabu (26/7). Dia menyatakan penetapan tersangka itu telah memenuhi kecukupan alat bukti.
Menurut Alexander, pihak TNI nantinya secara administratif akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk dalam menetapkan Kabasarnas dan Koorsmin sebagai tersangka.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," ujar Alexander.
"Jika dianggap sebagai kekhilafan, itu kekhilafan pimpinan," tutur Alexander.
(***)