Alami Kebuntuan, Putin Beri Ancaman Nuklir usai Kondisi Semakin 'Ngeri' dengan Ukraina
RIAU24.COM - Rusia menjadikan senjata nuklir sebagai salah satu pilihan mempertahankan diri di tengah agresi militernya di Ukraina yang berlangsung dan tampak mengalami kebuntuan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyebutkan bahwa Rusia mungkin dapat menggunakan senjata nuklir dalam "situasi tertentu yang mengerikan".
"Kebijakan pencegahan nuklir Rusia sangat defensif. Penggunaan hipotesis senjata nuklir jelas dibatasi oleh keadaan luar biasa dalam kerangka tujuan defensif yang ketat," ucap Zakharova di Moskow menurut kantor berita Rusia, TASS.
Zakharova juga mengatakan Rusia bisa membatalkan artisipasinya dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START).
Perjanjian itu berlaku antara AS-Rusia sejak 2010 tentang pengendalian senjata nuklir.
Zakharova melanjutkan, "Kami secara konsisten menyuarakan kepada semua pihak lain untuk membuat pernyataan bersama dari para pemimpin lima negara nuklir tentang pencegahan perang nuklir dan tidak dapat diterimanya perlombaan senjata."
Penggunaan senjata nuklir telah berulang kali menjadi perbincangan di TV Rusia sejak invasi ke Ukraina berlangsung.
Namun, beberapa ahli meragukan Presiden Vladimir Putin bakal benar-benar menggunakan nuklir dan mempertanyakan manfaat strategis jika menggunakannya.
"Dalam hal ini, ya, hanya jika Washington menunjukkan kemauan politik dan mengerahkan upaya untuk meredakan ketegangan dan menurunkan eskalasi serta menciptakan kondisi untuk dimulainya kembali berfungsinya perjanjian secara penuh," kata Zakharova seperti dikutip Newsweek.
Peringatan soal senjata nuklir ini datang saat Rusia dilaporkan semakin kewalahan menghadapi perlawanan Ukraina.
Dalam sepekan terakhir, Ukraina mengklaim berhasil merebut kembali tujuh wilayah di timur dan tenggara negaranya yang sempat diduduki pasukan Rusia.
Peperangan Rusia vs Ukraina juga tak lagi berpusat di timur saja, tapi telah meluas ke pusat hingga ibu kota Kyiv.
Amerika Serikat dan sekutu Barat lainnya juga terus memasok Ukraina dengan bantuan militer dan kemanusiaan untuk membantu Kyiv mempertahankan diri.
(***)