Partai Buruh Minta MK Putuskan Sistem Pemilu Terbuka Tanpa Suara Terbanyak
RIAU24.COM - Partai Buruh berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bijak dalam memutus gugatan sistem Pemilu. Hal ini disampaikan jelang pembacaan putusan MK soal sistem Pemilu, pada Kamis (15/6) besok.
Melansir tribunnews.com, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, sebagai partai kader, partainya berharap MK memutus sistem Pemilu terbuka tanpa suara terbanyak.
"Kami berharap untuk pileg adalah sistem terbuka tanpa suara terbanyak," ucap Said Iqbal, Rabu (14/6).
"Jadi yang dicoblos adalah tanda gambar partai politik, tetapi daftar nama caleg tetap ada tanpa suara terbanyak," sambungnya.
Sehingga, menurutnya, calon anggota legislatif (caleg) yang jadi anggota legislatif (aleg) ditentukan oleh partai politik (parpol).
"Alasannya, selama ini Pileg diwarnai transaksional uang dan figur artis bukan kader parpol yang lolos aleg. Sehingga parpol menjadi pragmatis dan tidak lagi peduli dengan ideologi garis perjuangan partai sesuai harapan konstituen partai dan rakyat ang memilihnya," jelas Said Iqbal.
Lebih lanjut, Said Iqbal menilai, uang telah berkuasa atas segala-galanya demi meraih suara partai. Bahkan, banyak juga partai yang menjadikan artis sebagai peraup suara.
"Telah terjadi komersialisasi demokrasi, akibatnya aleg terpilih juga menjadi berjiwa komersial dan produk legislasinya juga komersial anti negara kesejahteraan," kata Said.
"Kita tunggu besok keputusan MK dan harus ditaati siapapun, tanpa DPR RI harus mengancam-ancam seperti begal politik," sambungnya.
Meski demikian, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, apapun sistem yang diputuskan MK, partainya akan tetap mengikuti Pemilu 2024.
"Bagi Partai Buruh, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, kita siap mengikuti pemilu 2024 dengan sistem yang akan diputuskan MK," kata Said.
Adapun Said mengatakan, Partai Buruh meminta para oknum anggota DPR RI agar tidak mengancam MK.
"Jangan mengancam-ancam MK dengan akan memangkas anggaran MK atau mengurangi kewenangan MK melalui revisi UU MK. Ini adalah demokrasi barbarian dan tidak mengerti hukum tata negara," tegasnya.