Review Film: Transformers Rise of the Beasts 2023
RIAU24.COM - Sekuel baru sejak separuh dekade sejak Bumblebee (2018), Transformers: Rise of the Beasts jelas akan mendapatkan batas ekspektasi sukup tinggi dari sebelumnya.
Bukan hanya karena kerinduan yang lama dari penggemar para romot alien ini, tetapi juga jejak Bumblebee yang menuai banyak pujian dalam lima tahun lalu.
Namun untuk saga ketujuh, sutradara Steven Caple Jr bersama tim penulis yang terdiri Joby Harold, Darnell Metayer, Josh Peters, Erich Hoeber, dan Jon Hoeber, memilih menggunakan pola yang serupa dengan film-film sebelumnya.
Transformers: Rise of the Beasts masih menempatkan para karakter manusia sebagai pusat rotasi cerita. Namun, ada dua pendatang baru kali ini, yakni Anthony Ramos sebagai Noah dan Dominique Fishback sebagai Elena.
Pola cerita Transformers 7 pun masih sama dari film-film sebelumnya, yakni Noah dan Elena sebagai dua pemuda yang tak sengaja terjebak dalam seteru para robot gigantik ini.
Tak hanya penentuan poros cerita, Transformers: Rise of the Beasts juga memiliki formula serupa untuk sisi visual lewat efek CGI berbujet tak sedikit.
Sebagai luaran terbaru Transformers, Rise of the Beasts tentu menjanjikan tontonan yang memanjakan mata, seru, dan menggugah adrenalin. Dengan catatan, deskripsi tersebut hanya untuk penonton berusia 6-14 tahun.
Siapa bocah yang tidak girang kala menonton robot hewan berukuran raksasa berlarian ke sana ke mari dengan robot mobil raksasa?
Sisi bocah dalam diri saya pun mendadak tergugah sedari awal film, ketika robot king-kong itu berkata dengan serius ingin menyelamatkan alam semesta.
Namun, momen inner child saya yang kegirangan itu tidak berlangsung lama. Saya tersadar bahwa momen semacam itulah yang menjadi urat nadi dari film-film Transformers.
Meski masih pakai pola lawas, Transformers: Rise of the Beasts menawarkan beberapa kesegaran yang patut diberikan apresiasi. Salah satu yang paling menarik adalah referensi kultural tahun 1994 di film ini.
Sebagai film tanpa batasan umur penonton, Transformers 7 menggambarkan era 1994 alias nyaris 30 tahun lalu dengan cukup baik. Film ini memberikan asupan berharga bagi para penonton yang baru saja menginjak usia muda.
Referensi kultural yang patut digarisbawahi adalah pemilihan scoring atau musik latar yang didominasi oleh karya hip-hop klasik di era tersebut, seperti Tupac ataupun Wu-Tang Clan.
Hal itu tentu memberikan hiburan tersendiri bagi saya. Sepengalaman saya, sudah lama sekali film-film blockbuster sejenis Transformers tidak memberikan ruang untuk seniman ikonis yang seringkali kurang dilirik Hollywood macam Tupac.
Ironisnya, ketika Transformers 7 memberikan asupan budaya era kegemilangan tren musik '90-an kepada anak-anak zaman sekarang, film ini juga memberikan contoh peradaban manusia yang barbar.
Seperti selayaknya unsur film laga Hollywood lainnya, sederet adegan tembak-menembak dan pertarungan hebat terus digelontorkan nyaris sepanjang film. Maka tak heran, senjata sudah bagai 'nasi' bagi warga Negeri Paman Sam.
Meski begitu, dari segi penulisan cerita, karya Joby Harold dan kawan-kawan ini sebenarnya tidak bisa dibilang buruk bila disandingkan dengan film-film pemakai dominan CGI lainnya.
Sebagai sekuel sekaligus prekuel dari seluruh film Transformers yang telah tayang, Rise of Beasts menawarkan rajutan cerita yang cukup kompleks. Namun sekali lagi, hanya tertuju untuk penonton anak-anak.
Namun bagi saya, mustahil rasanya menempatkan garis cerita Rise of the Beasts sebagai sisi positif bagi film ini.
Dengan kumpulan para pemeran seperti Anthony Ramos, Dominique Fishback, Peter Cullen, Ron Perlman, hingga Peter Dinklage, Michelle Yeoh, dan Pete Davidson, dialog yang tercipta di Rise of the Beasts sebenarnya seperti kehilangan arah.
Celetukan candaan yang dilontarkan Davidson maupun Perlman melalui karakter-karakter barunya itu tidaklah membantu. Bahkan terkesan terlalu memaksa untuk melemaskan ketegangan, di saat ketegangan yang ada juga tidak masuk nalar.
Tidak akan ada penonton yang ingin berpuas diri menikmati kisah berakarkan masalah alien kejam penguasa alam semesta, kecuali memang penggemar berat kisah fiksi-ilmiah awam macam waralaba ini.
Bagi orang dewasa yang selalu ingin bernostalgia dan membangkitkan sisi anak kecilnya, Transformers: Rise of the Beasts jelas mengakomodir kebutuhan tersebut.
Selain itu, film ini pun jadi wadah promosi gemilang untuk Hasbro Studios yang memayungi waralaba Transformers untuk menarik para penonton setia waralaba ini yang sudah dewasa.
Secara keseluruhan, Transformers: Rise of the Beasts jadi pilihan tepat untuk tontonan ringan dengan kesederhanaan cerita yang benar-benar tidak kaya.
Meski begitu, film ini bisa jadi wadah nostalgia sekaligus membiarkan anak-anak melihat bagaimana imajinasi para robot bertarung menjadi 'nyata'.
(***)