Sahroni Tantang Balik Mahfud MD soal Transaksi DPR: Sebut Saja Siapa orangnya
RIAU24.COM - Wakil Ketua Komsisi III DPR RI Ahmad Sahroni memberikan tanggapannya atas tudingan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal Transaksi di balik meja DPR.
Baginya, pernyataan Mahfud tidak bisa disangkal, karena ada oknum di setiap lembaga tinggi negara yang melakukannya.
"Kta semua tidak bisa langsung menyangkal ini, saya rasa di semua lembaga tinggi pasti ada saja oknum yang melakukan ini, mau Mahkamah Agung (MA), DPR dan tentu saaj di pemerintahan," ucap Sahroni kepada CNNIndonesia.com, Minggu (11/6).
Politikus Partai NasDem itu pun meminta Mahfud tidak menggeneralisasi perbuatan korupsi di DPR.
"Saya ingin memberi saran saja, siapapun kita tolong jangan generalisasi, kalau mau sebut saja oknum DPR-nya siapa, karena kasihan ratusan anggota lain yang tidak berbuat tapi dicap serupa," kata Sahroni.
"To the point itu lebih baik agar tidak jadi fitnah ke 580 anggota DPR lainnya. Tidak semua orang brengsek, ada juga yang super baik. Demikian juga semua lembaga tidak semua jelek, pasti ada yang super hebat," imbuhnya.
Sahroni mengaku yakin dan percaya Mahfud sebagai menteri bekerja dengan jujur.
Karena itu, ia pun menentang jika ada yang menggeneralisasi pemerintah melakukan korupsi.
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan korupsi di Indonesia makin menggila. Ia menyebut ada konflik kepentingan di berbagai lembaga.
Mahfud mencontohkan di DPR terjadi transaksi di balik meja. Begitu pula di Mahkamah Agung (MA).
"Itu membuat kita kaget, korupsinya makin menjadi-jadi berarti. Kesimpulannya itu memang terjadi conflict of interest di dalam jabatan-jabatan politik. Di DPR terjadi transaksi-transaksi di balik meja, MA, pengadilan bisa membeli perkara. Di pemerintah, di birokrasi sama," kata Mahfud dalam acara Deklarasi Hari Persaingan Usaha yang diadakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta.
"Di DPR ada conflict of interest. Pekerjaan anggota DPR, tapi punya konsultan hukum. Nanti kalau ada masalah, 'tolong dibantu ini, itu'. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya korupsi lagi. Sampai hakimnya ditangkap, jaksa ditangkap," imbuh dia.
(***)