Menu

Hong Kong Terancam Krisis Populasi Manusia 

Zuratul 26 May 2023, 09:02
Hong Kong Terancam Krisis Populasi Manusia. (DW/Foto)
Hong Kong Terancam Krisis Populasi Manusia. (DW/Foto)

RIAU24.COM -Hong Kong terancam krisi populasi lantaran jumlah kelahiran anak makin merosot dalam beberapa dekade. 

Negara yang pernah dijajah Inggris itu memiliki tingkat kesubutan terendah di dunia, menurut laporan United Nation Population Fund yang dirilis pada 19 April 2023. 

Dampak dari merosotnya tren demografi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun in telah muncul di masyarakat. 

Dalam beberapa minggu terakhir, Menteri Pendidikan Hong Kong, Christine Choi, mengatakan lima sekolah dasar tidak menerima dana subsidi karena terlalu sedikit murid yang mendaftar.

Sekolah-sekolah tersebut mungkin akan "ditutup", seperti yang dilaporkan oleh beberapa media lokal.

"Jika Anda mengatakan [menarik subsidi untuk] kelas yang kekurangan satu murid sama saja dengan tidak memiliki belas kasihan, maka hal yang sama juga bisa dikatakan untuk menariknya dari kelas yang berisi 14 murid. Berapa jumlah murid yang masuk akal, dalam hal ini?" tutur Choi bertanya kepada seorang reporter pada konferensi pers tentang pembatalan kelas Primary One.

Ia tidak menampik bahwa ini merupakan fakta dari turunya populasi manusia di negara tersebut. Akibatnya, kuantitas anak yang masuk sekolah juga menurun.

"Ini adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa populasi usia sekolah menurun," kata Biro Pendidikan dalam sebuah dokumen yang diserahkan kepada Dewan Legislatif pada Maret.

Pada 2029, populasi usia sekolah yang berusia 12 tahun diperkirakan akan turun 16 persen dari 71.600 tahun ini menjadi 60.100.

Sebuah survei pada 2023 oleh Asosiasi Pengembangan Wanita Hong Kong (HKWDA) menunjukkan lebih dari 70 persen responden berusia 18 tahun ke atas mengatakan tidak memiliki rencana untuk melahirkan.

Selain itu, survei yang dilakukan Asosiasi Keluarga Berencana Hong Kong menyebut lebih dari 8.000 murid sekolah menengah pada 2022. Hasilnya, jumlah anak laki-laki dan perempuan yang ingin memiliki anak di masa depan telah anjlok dari 84 persen dan 80 persen.

Hal ini menyiratkan perubahan yang lebih drastis dalam sikap perempuan muda terhadap reproduksi. 

"Sungguh aneh bahwa siswa sekolah menengah telah kehilangan kepercayaan terhadap pernikahan dan melahirkan pada tahap yang begitu dini," kata ketua komite penelitian, Paul Yip.

Yip mengatakan aksi protes tahun 2019 terhadap RUU ekstradisi, Covid-19, dan eksodus dari Hong Kong diduga telah berdampak pada generasi muda. Dia menyimpulkan pemerintah dan individu berkontribusi terhadap fenomena ini.

"[Kita] perlu membangun masyarakat yang membuat generasi muda merasa memiliki harapan, sehingga mereka akan tetap tinggal dan memiliki anak," tuturnya.

(***)