Waspada Cedera ACL, Ini Dampak Serius Jika Tak Segera Ditangani
RIAU24.COM - Risiko mengalami cedera ACL (Anterior Cruciate Ligament) penting diwaspadai saat berolahraga. Bukan cuma para atlet profesional, olahragawan rekreasional juga tidak terbebas dari risiko untuk mengalami cedera ini.
Sayangnya, cedera yang terjadi pada jaringan pengikat sendi lutut ini kerap kali tidak disadari.
Banyak yang membawanya ke tukang urut, sehingga kerusakan yang terjadi tidak tertangani meski mungkin sakit lutut yang dialami hilang untuk sementara.
"Sakitnya hilang, yang tidak sembuh adalah stabilitas lututnya. Fungsi ACL-nya tidak sembuh," kata spesialis ortopedi dan traumatologi, konsultan sport injury, RS Royal Progress (RSRP) Dr dr Bobby N Nelwan, SpOT (K) dalam keterangannya, Rabu (24/5/2023).
Menurut dr Bobby, tanpa diurut sekalipun nyeri lutut akibat cedera ACL umumnya akan hilang dengan sendirinya dalam tiga pekan. Namun demikian, butuh penanganan lebih lanjut untuk mengembalikan fungsi ACL yakni untuk menunjang stabilitas sendi lutut.
dr Bobby menerangkan putusnya ACL menyebabkan anyaman serabut-serabut ligamen jadi berantakan. Serabut yang putus tersebut bisa saja sembuh kembali dengan sendirinya, tetapi fungsinya tidak optimal karena anyamannya tersebut menjadi lebih longgar.
"Fungsinya sebagai stabilitas sendi tidak tercapai. Ligamen sembuh? Sembuh. Sakit nggak? Enggak. Cuma masalahnya karena tetap goyang, maka akan ada komplikasi. Meniskusnya robek, bantalan sendinya rusak," jelas dr Bobby.
Pentingnya Penanganan yang Tepat
Risiko lain yang bisa dihadapi akibat terlalu lama menunda penanganan cedera ACL adalah osteoarthritis atau pengapuran sendi. Kondisi ini juga akan menjadi salah satu faktor penyulit dalam operasi rekonstruksi ACL.
Menurut dr Bobby, hal terpenting yang harus dilakukan saat mengalami cedera pada lutut adalah melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisi yang dialami. Terlebih jika mengalami tiga gejala khas yang mengarah ke cedera ACL.
"Pertama, gejalanya adalah tiba-tiba ada bunyi di lutut 'tak'. Kemudian bengkak lututnya, kemudian susah digerakkan," ungkap dr Bobby.
Diagnosis lebih lanjut bisa dilakukan dengan pemeriksaan, antara lain MRI (Magnetic Resonance Imaging). Hasil pemeriksaan tersebut nantinya akan menjadi dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Pada cedera ACL, penanganan paling efektif untuk saat ini adalah dengan operasi rekonstruksi dengan teknik artroskopi. Tindakan operasi ini dapat ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Masa pemulihan setelah operasi memakan waktu sekitar 6-9 bulan. Tes 'return to sport' dilakukan setelah menjalani masa pemulihan untuk memastikan berbagai fungsi persendian telah kembali normal.
Menurut dr Bobby, penurunan performa fisik sebesar 10-20 persen lazim dialami pasien rekonstruksi ACL. Harus diakui, performa fisik setelah mengalami cedera ACL tidak mungkin kembali normal seutuhnya.
"Tapi biasanya orang yang fungsi lututnya cuma 80 persen, kalau dia jago, bisa saja ngalahin yang 100 persen," imbuh dr Bobby.
Salah seorang pebulutangkis putri Indonesia yang pernah ditangani dr Bobby, Bellaetrix Manuputty, menyebut cedera ACL sangat berpengaruh terhadap performa saat berolahraga ketika tidak tertangani dengan baik.
Saat mengalami cedera lutut tersebut pada 2015, ia sempat menjalani terapi non operasi, yakni latihan penguatan otot, tetapi hasilnya tidak pernah bisa optimal.
Bella, sapaan akrabnya, mengibaratkan kondisinya saat mengalami cedera lutut yang dialaminya seperti 'mobil yang nggak ada bautnya' alias tidak pernah bisa stabil.
Performanya sangat buruk, sebelum akhirnya memutuskan untuk menjalani operasi rekonstruksi pada 2016 dengan ditangani dr Bobby di RS Royal Progress, Sunter, Jakarta Utara.
Salah satu yang disesali Bella adalah tidak segera mendapat penanganan yang tepat, sehingga cederanya terlanjur memburuk. Sebelum operasi, ia sempat memaksakan diri untuk latihan meski sesekali merasakan nyeri lutut, sehingga ia meyakini kerusakannya sudah terakumulasi sehingga akhirnya ia kesulitan untuk berjalan. ***