Berhasil Perjuangkan DBH Sawit, Ketua Satri Tani NU Rusli Ahmad Apresiasi Gubernur Riau
RIAU24.COM - Ketua Santri Tani Nahdhatul Ulama (NU) Riau T. Rusli Ahmad mengapresiasi kinerja gubernur Riau yang telah berhasil memperjuangkan dana bagi hasil (DBH) sawit untuk daerah.
Menurutnya DBH itu adalah kewajiban, bukan keterpaksaan. Dan perjuangan mendapatkan DBH ini sudah dimulai sejak Gubernur Riau Rusli Zaenal, Namun di zamannya Pak Syamsuar baru berbuah hasil.
Untuk itu pihaknya menghantarkan apresiasi hormat atas jerih payah para Gubernur yang sudah berjuang untuk keadilan provinsi sawit melalui DBH, terkhusus Gubernur Riau yang tidak Pernah lelah berjuang untuk keadilan DBH.
"Meyakinkan Gubernur 22 Provinsi sawit untuk bersama-sama berjuang meraih DBH ini bukan perkara mudah" kata Rusli Ahmad.
Rusli juga melihat selama ini cukup miris, Riau yang mempunyai luas kebun sawit 4,172 juta hektar tapi tidak mampu memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak oleh aktivitas angkutan panen sawit.
"Memang bukan hanya angkutan sawit, juga angkutan hasil bumi dan pertambangan lainnya tapi paling memungkin di DBH kan saat ini adalah sawit,"terangnya.
Ia juga meminta agar sesama anak Riau untuk tidak saling menyalahkan atas subur berkembangnya sawit di Riau melainkan memperbanyak bersyukur.
"Karena tidak ada usaha yang tidak punya dampak negative, hanya bagaimana resikonya bisa kita tekan dan manfaat besarnya kita ambil membangun Riau dan untuk manfaat besarnya akan dibedah melalui Satgas Tata Kelola Sawit" ujar Rusli Ahmad yang juga Ketua PWNU Riau.
Perlu diketahui tambahnya untuk urusan sawit ini tidak ada lagi dianggarkan dalam APBN atau APBD, jadi harapan satu-satunya adalah melalui DBH sawit ini.
"Era DBH minyak Bumi sudah mulai redup, kini saatnya DBH sawit dan semua anak Riau harus mendukung hulu-hilir sawit di Bumi Lancang Kuning ini,"pungkasnya.
Dalam dari itu, Dia juga meminta Gubernur Riau segera memanggil perusahaan sawit di Riau dan berkoordinasi dengan Satgas Tatakelola Sawit yang dipimpin oleh Menteri Luhut Panjaitan.
Baik itu yang tergabung dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ataupun tidak, lanjutnya. "Jika masih membandel tidak peduli dengan kondisi Riau, maka serahkan ke kami supaya kami selesaikan" tegas Rusli.
Di Riau ini menurut catatannya ada 368 korporasi sawit, baik PKS, Industri Hilir, maupun sektor hulu (perkebunan).
Apalagi setelah dibentuknya Satgas Tatakelola Sawit, tentu semuanya untuk kebaikan bersama.
"Sudah tidak saatnya lagi sembunyi dari tanggungjawab sosial dan ekonomi dimana usaha hulu-hilir itu berada. Sekali lagi saya tekankan industri sawit sudah menjadi komuditi dunia dan aspek keberlanjutan menjadi tolak ukurnya. Selama ini saya mengamati industri sawit hanya diuber-uber dari dimensi keberlanjutan lingkungan, dan mengabaikan dimensi manfaat ekonomi dan sosial. Dengan Satgas Tatakelola Sawit ini ketiga dimensi keberlanjutan (dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan) harus beriringan dan tidak boleh yang satu merasa lebih hebat dari yang lain karena Satgas Tata Kelola Sawit akan membuat takarannya masing-masing,"tutur Rusli.
Untuk diketahui pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk daerah penghasil kelapa sawit sebanyak Rp 3,4 triliun dari total alokasi DBH Sawit pada APBN 2023, yakni Rp 136,25 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana menyalurkan dana bagi hasil (DBH) sektor perkebunan kelapa sawit pada bulan Juni tahun ini. DBH sawit minimal Rp 1 miliar kepada 350 daerah penghasil minyak sawit di Indonesia.
Dimana formula pembagiannya, satu provinsi akan memperoleh 20 persen DBH dari yang minimal 4 persen, kedua, kabupaten/kota penghasil 60 persen, serta ketiga, kabupaten/kota berbatasan 20 persen.
Tidak lama setelah DBH ini lalu sudah diundangkan melalui Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2023, tentang Satgas Tata Kelola Industri Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Jika dikihat dari kedua regulasi ini, sangat berhubungan erat.