Mahfud MD Bongkar TPPU Impor Emas Rp189 Triliun, Bea Cukai Akhirnya Buka Suara
RIAU24.COM - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengungkap dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dengan nilai total Rp 349 triliun. Sebagian diantaranya diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akhirnya pun buka suara soal 'nyanyian' dugaan TPPI dan transaksi mencurigakan Rp189 triliun terkait penjualan emas batangan impor yang diungkap oleh Mahfud MD beberapa waktu lalu.
Melansir cnnindonesia.com, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan asal-usul transaksi mencurigakan Rp189 triliun yang diungkap Mahfud MD tersebut.
Ia menjelaskan pada 2016 lalu, petugas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di Soekarno Hatta melakukan penindakan terhadap 1 perusahaan yang melakukan eksportasi emas.
Kala itu, pihaknya menemukan 218 kg emas senilai US$6,8 juta yang diduga eksportasinya pelanggaran kepabeanan. Bentuk pelanggaran; emas tersebut disebut perhiasan, tapi ternyata berupa emas batangan (ingot).
Pihaknya kemudian menyelidiki kasus itu. Setelah berkas perkara lengkap (P21), satu tersangka perorangan kemudian dibawa ke pengadilan. Namun, pada 2017, Bea Cukai kalah dalam sidang usai pengadilan menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana.
"Di pengadilan, pada 2017 adalah tidak terbukti melakukan tindak pidana, sehingga dinilai bukan tindak pidana," ujar Askolani dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (31/3).
Selang beberapa bulan, pihaknya kembali melakukan kasasi. Kali ini, pihaknya menang dan tersangka mendapatkan sanksi pidana 6 bulan serta denda Rp2,3 miliar, perusahaan terlibat juga dikenakan denda Rp500 juta.
Namun, tersangka melakukan peninjauan kembali (PK) pada 2019. Hasilnya, Bea Cukai kembali kalah sehingga terlapor dinyatakan tidak melakukan tindak pidana.
Pada 2020, pihaknya kembali melakukan asesmen terhadap 9 entitas wajib pajak badan yang melakukan eksportasi emas senilai total Rp189 triliun. Belajar dari hasil PK kasus 2016, hasil asesmen tersebut akhirnya diputuskan tidak ada pelanggaran kepabeanan.
"Dari review bersama, belajar dari keputusan bersama PK 2017, kita dengan PPATK menyatakan bahwa ini tidak ada tindak pidana kepabeanan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan TPPU selalu berkaitan dengan tindak pidana asal (TPA). Ketika TPA tidak terbukti oleh pengadilan, maka TPPU tidak maju.
"Laporan PPATK dengan nilai total keluar masuk Rp189 triliun diterima DJBC dan ditindaklanjuti dengan hasil tidak ditemukan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan. Indikasi itu dinyatakan dalam satu rapat dengan PPATK pada Agustus 2020," ujar Suahasil.