6 Fakta Negara Muslim Ini Bangkrut, Warganya Bunuh Diri!
RIAU24.COM - Pakistan belum berhasil bebas dari krisis ekonomi. Ini ditandai dengan utang luar negeri yang membengkak ditambah dengan inflasi yang begitu tinggi.
Hal ini akhirnya pun berpengaruh pada kegiatan warga di Negeri Ali Jinnah itu. Berikut fakta-fakta terkait ekonomi Pakistan sebagaimana dirangkum dari CNBC Indonesia, Senin, (20/3/2023):
1. Inflasi tinggi
Pada Februari 2023, Biro Statistik Pakistan mengatakan inflasi negara itu menembus 31,6% secara year-on-year. Ini merupakan laju tercepat yang pernah ada dalam sejarah Pakistan.
2. Utang luar negeri yang membengkak
Dalam laporan terbaru, dikutip Kamis (9/3/2023), utang luar negeri negara dengan penduduk mayoritas Muslim itu meningkat tajam sebesar 38% menjadi 20,69 triliun rupee (sekitar Rp 1.137,95 triliun) pada akhir Januari 2023. Padahal, Januari 2022, utang luar negeri Pakistan hanya berada di angka 14,98 triliun rupee.
Laporan itu mengatakan kenaikan utang dapat dikaitkan dengan devaluasi besar-besaran dalam mata uang lokal terhadap dolar AS. Tercatat rupee Pakistan turun sebesar 51% secara year-on-year terhadap dolar di Januari 2023.
Dengan hal ini, utang keseluruhan pemerintah Pakistan melonjak menjadi 54,94 triliun rupee Pakistan pada akhir Januari 2023. Utang dalam negeri meningkat menjadi 34,26 triliun rupee Pakistan pada akhir Januari 2023. Sementara pinjaman jangka panjang negara meningkat menjadi 27,51 triliun rupee Pakistan.
3. Nilai tukar yang ambles
Kondisi ini kemudian memicu amblesnya nilai mata uang, dimana nilai rupee turun sebesar 51% secara year-on-year terhadap dolar di Januari 2023.
Hal ini kemudian diperparah oleh permintaan Dana Moneter Internasional (IMF) yang meminta agar Islamabad meliberalisasi nilai tukar demi memperoleh bantuan keuangan dari lembaga itu.
Namun, yang terjadi justru anjloknya mata uang rupee terhadap dolar AS. Hal ini mulai mengguncang kepercayaan investor terhadap negara itu.
4. Investor mulai lari
Kondisi ini pun membuat investor khawatir. Terbaru, produsen otomotif Jepang, Honda, mengumumkan untuk menutup pabriknya di Pakistan. Honda menyalahkan menyalahkan situasi ekonomi saat ini atas keputusannya dan mengatakan bahwa pabrik akan tetap tutup dari 9 hingga 31 Maret.
"Mempertimbangkan situasi ekonomi Pakistan saat ini di mana pemerintah mengambil langkah-langkah ketat termasuk membatasi pembukaan LC (letter of credit) untuk impor kit mobil rakitan, bahan baku dan menghentikan pembayaran luar negeri, rantai pasokan perusahaan memiliki juga sudah parah," ujar pernyataan resmi perusahaan itu kepada Bursa Efek Pakistan yang dikutip Economic Times, Rabu, (8/3/2023).
Langkah Honda ini mengikuti rekan senegaranya, Suzuki dan Toyota, yang telah memutuskan untuk menutup pabriknya di Pakistan dengan alasan yang sama.
"Industri otomotif Pakistan, yang sangat bergantung pada impor, terjebak di tengah krisis nilai tukar, karena SBP, setelah depresiasi rupee yang tak kunjung reda, memberlakukan pembatasan pada pembukaan LC," lapor Geo News.
5. Penyebab krisis
Pakistan telah mengalami krisis ekonomi hebat sejak tahun 2022 lalu. Selain melonjaknya utang dan anjloknya nilai tukar, negara itu juga dilanda inflasi tinggi dan juga kekurangan devisa.
IMF pun tahun lalu telah mencairkan bailout sebesar US$ 6 miliar (Rp 90 triliun) pada tahun 2019, yang ditambah lagi dengan US$ 1 miliar (Rp 15 triliun) tahun lalu pada Pakistan. Namun pemberi pinjaman itu kemudian menghentikan pencairan pada bulan November karena kegagalan Pakistan untuk membuat lebih banyak kemajuan dalam konsolidasi fiskal dan reformasi ekonomi.
Dalam sejarahnya, Pakistan juga telah menjadi salah satu nasabah loyal IMF, dengan Islamabad telah 23 kali menjadi pasien lembaga keuangan itu sejak merdeka pada 1947.
Meski telah berulang kali menjadi nasabah IMF, Krisis ekonomi selalu muncul setiap beberapa tahun di Pakistan, yang disebabkan oleh ekonomi yang tidak menghasilkan cukup dan menghabiskan terlalu banyak, sehingga bergantung pada utang luar negeri. Setiap krisis berturut-turut menjadi lebih buruk karena tagihan hutang semakin besar dan pembayaran jatuh tempo.
Selain itu, ketidakstabilan politik internal dan bencana banjir memperburuk krisis kali ini. Ada juga elemen eksternal yang signifikan dalam krisis, dengan kenaikan harga pangan dan bahan bakar global setelah perang Rusia di Ukraina.
6. Warga bunuh diri
Larinya para investor dan kegiatan usaha dari negara itu berdampak pada lapangan pekerjaan yang tersedia.
Situasi ini kemudian menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Media India Mint dan kantor berita Pakistan Dawn melaporkan adanya sebuah keluarga di kota Surjani yang mencoba menghentikan kehidupannya akibat lonjakan harga ini.
"Polisi menginformasikan bahwa pria tersebut bersama tiga anggota keluarganya mencoba bunuh diri dengan mengonsumsi zat beracun yang diduga akibat meningkatnya inflasi. Sayangnya, situasi tersebut merenggut nyawa anak berusia dua tahun itu," lapor Dawn dikutip Senin, (20/3/2023).
Ahli Bedah Polisi Karachi Dr Summaiya Syed Tariq mengatakan kepada Dawn bahwa dia menerima jenazah seorang gadis kecil, ayahnya, dan ibunya bersama saudara perempuannya dalam situasi kritis.
"Penyebab diberikan sebagai pengangguran dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan. Ini adalah di tengah-tengah Karachi. Kota Surjani dan jika benar, berbicara) teriakan apatis kolektif kita. Bahkan tidak bisa membayangkan ketidakberdayaan sebuah keluarga yang mencari perlindungan dalam kematian," jelasnya. ***