Ngeri! 5 Dokter Ahli Berubah Menjadi Serial Killer yang Sadis
RIAU24.COM - Dokter adalah salah satu profesi paling mulia. Bertugas untuk membantu menyembuhkan orang yang sedang sakit.
Banyak anak-anak yang ingin bercita-cita menjadi dokter. Tak jarang banyak orang juga takut pergi ke dokter dengan alasan yang seringkali sepele.
Namun, faktanya ada beberapa dokter yang menggunakan pengetahuan dan pelatihan medisnya untuk membunuh para pasien.
Diketahui, dokter cukup ahli untuk mengetahui kelemahan tubuh manusia, bahkan memiliki akses obat atau bahan kimia beracun. Berikut kisah kejahatan beberapa dokter di abad ke-19 sebelum istilah pembunuh berantai dikenal dunia.
1. Maxim Vladimirovich Petrov
Petrov adalah seorang dokter darurat di St. Petersburg, Rusia yang dijuluki Dokter Pembunuh (Doctor Killer) dan Dokter Kematian (Doctor Death) oleh media. Dilansir The Guardian, ia diduga membius 50 pasien wanita tua untuk mencuri harta benda dan pusaka keluarga mereka.
Awalnya Petrov akan mengunjungi pasien ke rumahnya tanpa pemberitahuan di pagi hari saat kerabatnya sedang bekerja.
Ia kemudian mengukur tekanan darah pasien dan menyarankannya butuh suntikan. Setelah pasien tidak sadarkan diri, ia mulai merampok isi rumah, bahkan perhiasan yang ada di tubuh korban.
Beberapa korban pertama selamat, tetapi pada 2 Februari 1999 berdasarkan arsip surat kabar Pemuda Estonia, Petrov mulai membunuh pasiennya karena anak korban kembali ke rumah.
Ia terpaksa menikamnya dengan obeng, sedangkan korban dicekik menggunakan kaus kaki. Setelah peristiwa itu, ia mulai mengubah tekniknya dengan membius korban menggunakan campuran obat berbeda secara acak agar polisi mengira perbuatan sang amatir dan membakar rumahnya.
Ia ditangkap pada 17 Januari 2000 saat mengunjungi target pasiennya, setelah polisi berhasil mengidentifikasi korban dari daftar pasien paru-paru. Petrov diduga telah melakukan 47 perampokan dan membunuh 19 korban, tetapi ia dinyatakan bersalah atas 12 korban meninggal dan 6 korban luka parah dengan hukuman penjara seumur hidup.
2. Marcel Petiot (Dr. Eugene)
Marcel Andre Henri Felix Petiot dijuluki Dokter Setan (Doctor Satan) dari Perancis.
Sejak kanak-kanak ia sudah didiagnosa memiliki gangguan jiwa, bahkan beberapa kali dikeluarkan dari sekolah. Namun, ia berhasil menyelesaikan sekolah di akademi khusus, dan mendaftar menjadi tentara Perancis di Perang Dunia I.
Tingkat pengabdiannya masih dipertanyakan, karena ia diadili mencuri selimut militer tetapi dinyatakan tidak bersalah dengan alasan kegilaan.
Petiot kemudian mengikuti pelatihan medis untuk veteran dan berhasil meraih gelar dokternya pada Desember 1921.
Selama menjadi dokter ia menggunakan narkoba dan melakukan praktik aborsi ilegal. Banyak yang menduga korban pertamanya adalah Louise Delaveau, kekasihnya yang menghilang setelah keduanya selingkuh. Petiot sempat menjadi walikota dan anggota dewan, tetapi tidak bertahan lama karena menggelapkan uang dan mencuri tenaga listrik.
Saat Perang Dunia II, Perancis diduduki oleh Nazi dan Petiot mulai menyusun rencana untuk memperkaya dirinya. Ia menawarkan bantuan kepada bangsa Yahudi yang ingin melarikan diri dengan menyuntikan racun sianida alih-alih sebagai obat pelindung dari penyakit.
Menggunakan kode nama "Dr. Eugene" ia juga menawarkan persembunyian bagi siapa saja yang bisa membayar untuk melarikan diri, baik pejuang perlawanan, bangsa Yahudi, pencuri kecil, atau penjahat keras sekalipun.
Dilansir Britannica, nyatanya ia menyaksikan korbannya tewas, dan menjarah harta bendanya. Tahun 1944 Petiot ditangkap, karena ditemukan mayat-mayat di rumahnya. Ia kemudian didakwa 27 pembunuhan dan dihukum atas 26 pembunuhan, padahal ia mengakui lebih dari 60 pembunuhan dan menyatakan semua korban adalah orang Jerman. Ia kemudian dihukum mati dengan dipenggal pada tahun 1946.
3. Herman Webster Mudgett (Dr. H.H. Holmes)
Dikenal sebagai pembunuh berantai pertama di Amerika dengan nama alias Dr. H.H. Holmes.
Kasus awal kriminalnya adalah penipuan asuransi saat ia bekerja di Laboratorium Anatomi. Ia mencuri mayat dan membuatnya seolah korban kecelakaan, yang kemudian meminta biaya asuransi.
Mudgett terbilang cukup cerdas, ia berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya di Universitas Michigan. Setelah lulus, ia ditawari untuk bekerja di sebuah apotek di Chicago yang kemudian ia beli.
Tak berapa lama ia membeli tanah di seberang apotek untuk membangun sebuah hotel menyerupai kastil, dengan harapan banyak pengunjung yang akan menginap menjelang acara Pameran Dunia di Chicago saat itu.
Namun, sebenarnya ia memiliki rencana lain, membangun tempat eksekusi. Ia beberapa kali memecat para kontraktor dan arsiteknya agar dia sendiri yang menyelesaikan bangunan itu, bahkan beberapa kali diubah.
Lantai dasar merupakan toko, dan lantai atas adalah kantornya, sedangkan kamar terletak di antara keduanya sebanyak 100 kamar.
Terdapat ruang bawah tanah yang dijadikan sebagai laboratorium. Dilansir laman History, kamar-kamar tersebut didesain dengan banyak ruangan rahasia, dibuat tanpa jendela, kedap suara dan udara, memiliki dinding palsu, lorong rahasia, bahkan pintu jebakan.
Siapapun yang menginap di sana dikabarkan tidak pernah terlihat kembali, dan kebanyakan adalah wanita muda. Crime Museum mengungkapkan mayat-mayat tersebut dijadikan bahan eksperimennya sendiri, bahkan dijualnya sebagai model kerangka manusia ke sekolah kedokteran.
Mudgett pertama kali ditangkap dan dipenjara karena kasus penipuan dan pencurian kuda di Texas. Kastilnya terbongkar saat kebakaran, sehingga petugas pemadam kebakaran dan polisi bisa menemukan mayat-mayat di sana. Mudgett dihukum mati dengan cara digantung di Philadelphia pada 7 Mei 1986. Ia didakwa karena membunuh rekannya sendiri Benjamin Pitezel dan anak-anaknya. Ia juga mengaku membunuh 27 orang, tetapi banyak orang percaya ia telah membunuh lebih dari 200 orang.
4. Thomas Neill Cream
Cream lahir di Skotlandia dan dibesarkan di Kanada.
Tahun 1876 ia menyelesaikan sekolah kedokterannya di McGill College, Montreal, dan bertemu Flora Elizabeth Brooks dan menghamilinya.
Cream melakukan aborsinya sendiri, sehingga Flora hampir terbunuh.
Ia diminta menikahinya karena amarah sang ayah, tetapi sehari setelah menikah Cream pergi ke London untuk melanjutkan studi.
Tak berapa lama istrinya meninggal karena penyakit misterius.
Ia kemudian kembali ke Kanada sekaligus membuka praktik aborsi.
Selain bisnis aborsinya, Cream menjual obat epilepsi dan cukup memperoleh banyak pelanggan.
Daniel Stott meminta istrinya mendapatkan resep obat dari Dr. Cream, tetapi ia menyesal karena mereka terlibat perselingkuhan dan Daniel diduga terbunuh karena meminum obat yang mengandung
CDC mengungkapkan strychnine adalah racun dari biji pohon.
Cream masih bisa lolos dari kasus Daniel, tetapi ia menyatakan apoteker yang bertanggung jawab atas kematiannya.
Tindakannya ini dicurigai, dan kemudian ia dipenjara seumur hidup. Namun, Cream bebas setelah 10 tahun penjara karena berperilaku baik.
Ia kemudian tinggal di London dan mendekati beberapa pelacur. Beberapa di antaranya ditemukan meninggal karena keracunan strychnine.
Kepolisian belum menangkap tersangka, tetapi Cream tiba-tiba menuduh tetangganya dan menyatakan memiliki bukti atas kejahatan tersebut.
Ia juga mengajak Mr. Nclntyre yang ternyata seorang sersan polisi untuk berkeliling ke tempat-tempat kejadian perkara.
Akhirnya Cream dicuriga dan berhasil ditangkap, serta dijatuhi hukuman gantung pada 15 November 1892. Detik-detik kematiannya, Cream sempat mengucapkan "I'm Jack...." yang terdengar oleh algojo.
Diduga ia hendak mengatakan saya Jack the Ripper, yang sampai saat ini masih menjadi misteri sosok di baliknya. Pengakuannya sempat dibantah, karena saat pembunuhan Jack terjadi, Cream masih berada di penjara.
5. William Palmer
Palmer lahir di Rugeley, Staffordshire pada 6 Agustus 1824 dan memiliki gaya hidup yang cukup mewah.
Saat usianya 17 tahun ia magang di ahli kimia Liverpool, tetapi setelah tiga bulan dipecat karena penggelapan uang dan melarikan diri.
Ia belajar kedokteran di London sembari menjadi dokter magang.
Dilansir Criminal Encyclopedia ia sempat meracuni seorang pria dengan strychnine untuk mengetahui pengaruh racun tersebut.
Setelah studinya selesai, ia kembali ke Rugeley dan bekerja di Rumah Sakit Staffordshire.
Namun, profesi dokternya mulai menyimpang, karena tergoda mengejar taruhan dan perjudian, terutama di balap pacuan kuda.
Saat itu Palmer mulai mengalami kesulitan finansial, bahkan berani memalsukan tanda tangan ibunya sendiri untuk melunasi kreditur.
Palmer menikah dengan Ann Thornton dan memiliki 5 anak, tapi hanya anak pertama yang bertahan.
Dikabarkan keempat anak yang lain meninggal kejang-kejang sebelum menginjak satu tahun.
Diduga diracuni ayahnya sendiri untuk menghindari beban keuangan.
Ibu mertuanya pun meninggal dua minggu kemudian setelah tinggal bersamanya, dengan meninggalkan sejumlah uang asuransi yang mengecewakannya.
Dilansir The British Newspaper Archive, Palmer bahkan mengasuransikan istrinya, yang kemudian meninggal karena kolera.
Selain itu, Palmer menjerumuskan saudaranya sendiri yang alkoholik, tetapi kantor asuransi menolak untuk membayarnya.
Kariernya sebagai dokter berakhir saat Palmer ditangkap karena diduga meracuni teman berjudinya, John Parsons Cook.
Mereka menyaksikan balap kuda bersama dan taruhan Cook menang, sedangkan Palmer sebaliknya.
Kemudian mereka berpesta, tetapi Cook merasa tenggorokannya terbakar setelah meminum alkohol dan jatuh sakit. Cook mencurigai Palmer, tetapi ia terlihat merawatnya dengan baik.
Lima hari kemudian Cook meninggal, dan ayah tirinya melakukan penyelidikan. Asisten rumah tangganya mengaku melihat Palmer memberikan pil dan kaldu kepada Cook.
Dilansir The Guardian, seorang ahli kimia mengaku menjual strychnine kepada Palmer seminggu sebelumnya, Palmer juga terlihat merusak bukti saat penyelidikan.
Tak berapa lama ia ditangkap, dan pada 14 Juni 1856 dieksekusi di Penjara Stafford.
Jumlah keseluruhan korbannya tidak diketahui, tetapi ia hanya diadili untuk satu korban saja.
Peristiwa ini membuat kepanikan akan racun di masyarakat. Palmer dijuluki Pangeran Peracun (Prince of Poisoners), dan Peracun Rugeley.
Beberapa dokter tersebut membuktikan jika sifat manusia seringkali sulit ditebak, dan tidak bisa dilihat atau dinilai dari luarnya saja. Faktanya, mereka sanggup menghabisi pasiennya sendiri. ***