Lada, Rajanya Rempah-rempah Dunia Ada di Indonesia
RIAU24.COM - Lada sering disebut juga merica, menjadi rempah-rempah yang banyak diburu orang karena khasiatnya.
Lada adalah rempah-rempah yang paling banyak digunakan dalam masakan di dunia, sehingga lada dijuluki King of Spice.
Ladang lada terbesar terletak di Indonesia, sehingga tidak sedikit negara-negara yang datang untuk membeli, berdagang, bahkan sampai ingin merebut wilayah Indonesia, khususnya Pulau Sumatera.
Produksi lada di Sumatera Dilansir dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, Jambi sudah dikenal sebagai daerah penghasil lada Nusantara.
Banyak orang Eropa yang bersaing untuk meguasai perdagangan rempah-rempah tersebut.
Sebenarnya lada bisa dijumpai dari Sabang sampai Merauke, namun Jambi menjadi daerah penting sebagai pusat lada.
Selain Jambi, wilayah Sumatera yang juga menghasilkan lada adalah Palembang, Bengkulu, Lampung, Aceh, dan Tapanuli.
Untuk mendapatkan lada ini, para saudagar kaya atau pedagang harus melakukan penjelajahan laut.
Perdagangan lada terbesar memang terjadi di Pulau Sumatera. Terdapat tiga bagian, yaitu pesisir sebelah utara pantai barat Sumatera (Barus, Singkil, dan Meulaboh).
Kemudian kawasan bagian selatan pesisir barat Sumatera (Indrapura, Bengkulu, dan Lampung), serta kawasan bagian tengah dan selatan timur Sumatera (Jambi, Aceh, Pedir, dan Palembang).
Lada Jambi Lada menjadi salah satu komoditas perdagangan unggulan dari wilayah Sumatera.
Kegunaan lada pada zaman sulu tidak hanya sebatas sebagai perasa dan penambah rasa dalam makanan.
Di Jambi, lada juga menunjukkan status sosial bagi pemiliknya.
Diambil dari buku Perdagangan Lada di Jambi Abad XVI-XVIII (2018) karya Dedi Arman menjelaskan, jaringan perdagangan dan pelayaran di Jambi pada era awal meliputi dua jalur utama, yaitu:
Pertama, jaringan hulu (pedalaman) berada di hulu Sungai Batanghari.
Kedua, melalui jalur alternatif dari hulu ke Muaro Tebo kemudian dibawa ke Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal.
Pemain atau pedagang lada di Jambi terbagi menjadi empat, yaitu petani lada Minangkabau, Portugis, China, dan Belanda.
Keempatnya memainkan peran masing-masing, ada di jalur Sungai Batanghari dan pasar internasional. Lada Aceh Tak hanya di Jambi, Aceh juga terkenal dengan produksi lada dan perdagangan internasionalnya.
Pada abad ke 17, Aceh menjadi pusat perdagangan lada terbesar di dunia. Diawali oleh Kapten Carnes dari Kota Salem, Massachusetts, Amerika yang tidak sengaja datang di Aceh pada tahun 1793.
Situs resmi New England Historical Society, mengatakan Kota Salem menjadi salah satu negara langganan yang mengambil lada terbanyak dari Aceh.
Meski awalnya Kapten Carnes tidak memberitahukan informasi lada di Aceh, ternyata banyak kapal lain yang secara diam-diam mengikutinya dan berhasil berlabuh di Aceh.
Hasil panen lada dari Aceh dibawa dan dijual ke seluruh Amerika. Skala besar hasil lada Aceh yang berhasil dibawa oleh kapal Amerika dijual ke Eropa dengan laba yang besar, mencapai 700 persen.
Bahkan sampai saat ini lambang Kota Salem terdapat pakaian tradisional Aceh yang sedang menunggu kapal dengan latar belakang kapal yang berlayar.
Manfaat kekayaan lada
Dilansir dari Kompas.com, salah satu manfaat lada hitam diungkapkan dalam penelitian tim dari Universitas Kansas, Amerika Serikat dapat menyingkrikan zat kimia heterocyclic amines (HCAs) yang bisa menyebabkan kanker.
HCAs biasanya terbentuk ketika daging dimasak dalam suhu tinggi.
Lada juga mampu mengatasi masalah pencernaan.
Beberapa bukti penelitian menunjukkan lada hitam merangsang sekresi enzim pencernaan yang membuat kita merasa kenyang dan memperlancar makanan yang dicerna agar masuk ke usus halus. ***