Soal Sistem Pemilu Tertutup, SBY: Bukan Kebijakan Biasa, Rakyat Perlu Diajak Bicara dan Dilibatkan
RIAU24.COM - Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) buka suara soal perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) seiring masuknya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
SBY terbesit untuk memberikan tanggapan menyusul MK yang segera memutuskan hasil dari sidang judicial review tersebut.
"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih dan kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," tulis SBY dalam keterangannya dikutip Minggu (19/2).
Dalam catatannya, SBY mempertanyakan tepat tidaknya sistem pemilu diubah dan diganti saat tahapan pemilu sudah mulai berjalan.
"Benarkah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai, sesuai dengan agenda dan "time-line" yang ditetapkan oleh KPU? Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?" tanya SBY.
Pertanyaan ini, kata SBY, tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini.
SBY lantas bertanya lagi, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998 misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan.
SBY tidak mengelak bahwa mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan.
"Namun, di masa "tenang", bagus jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK. Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka-tertutup semata," tutur SBY.
SBY berujar dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak.
"Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal," tulisnya.
Menurutnya, lembaga negara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak boleh begitu saja memakai kekuatan berlebih untuk melakukan perubahan mendasar, terlebih menyangkut hajat hidup masyarakat.
"Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional," jelasnya.
"Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan "itu urusan saya dan saya yang punya kuasa", untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak. Sama halnya dengan hukum politik "yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah", tentu juga bukan pilihan kita. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama," tutur SBY.
SBY menekankan, rakyat perlu mendapat penjelasan soal perbedaan sistem pemilu terbuka dan tertutup. Sebab rakyatlah yang paling berdaulat dalam pemilu.