UNICEF Bantu Pulihkan Stres Pasca-Trauma Anak-anak Korban Gempa Turki-Suriah
RIAU24.COM - Banyak warga yang menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan serangan panik setelah gempa di Turki dan Suriah pada pekan lalu.
Laporan ini berasal dari dokter di rumah sakit lapangan Turki di selatan kota Iskenderun dan tim bantuan di Suriah yang menyatakan semakin banyak merawat pasien dengan gejala tersebut.
"Awalnya pasien ... adalah mereka yang menderita luka di bawah reruntuhan ... sekarang lebih banyak pasien yang datang dengan gangguan stres pasca-trauma, mengikuti semua kejutan yang mereka alami selama gempa dan apa yang telah mereka lihat," kata Mayor Angkatan Darat India Beena Tiwari di Turki dilansir Republika.co.id.
Di seberang perbatasan Suriah, dididirikan pusat darurat yang dijalankan oleh UNICEF memberi anak-anak pertolongan pertama psikologis. Tim badan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu mendorong mereka untuk bermain dan merasa aman.
Salah satu anak yang tinggal di penampungan adalah Ahmad berusia 9 tahun. "Dengan suara atau gerakan keras apa pun, dia ketakutan. Terkadang saat dia tidur dia bangun dan berkata 'gempa bumi'," kata ayahnya Hassan Moath.
Komandan rumah sakit Iskenderun Yaduvir Singh mengatakan, para tim medis juga melihat lebih banyak pasien dengan penyakit menular dan infeksi saluran pernapasan atas. Kondisi ini akibat ribuan orang yang tinggal di tenda di luar dalam suhu beku akan sangat menderita.
“Awalnya kami mengalami banyak kasus trauma, orang-orang yang terkubur dalam reruntuhan dalam waktu yang lama, selama 72 jam, selama 90 jam,” kata Singh.
"Pada satu orang kami harus melakukan amputasi untuk menyelamatkan nyawanya ... ada operasi penyelamatan nyawa dan anggota tubuh. Sekarang profil kasus berubah," ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meluncurkan permohonan 43 juta dolar AS. Bantuan ini diharapkan dapat memberikan perawatan dan rehabilitasi trauma, obat-obatan esensial, dukungan mental dan psikososial, dan untuk melanjutkan layanan kesehatan rutin di Turki.
"Kebutuhannya sangat besar, meningkat setiap jam. Sekitar 26 juta orang di kedua negara membutuhkan bantuan kemanusiaan," kata Direktur WHO Eropa Hans Kluge dalam sebuah pernyataan.
(***)