Singapura Jadi Negara Kedua WTO yang Menandatangani Perjanjian Pelarangan Subsidi Penangkapan Ikan Berbahaya
RIAU24.COM - Singapura menjadi negara anggota kedua Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang meratifikasi perjanjian penetapan aturan global melarang subsidi penangkapan ikan yang berbahaya dalam upaya melindungi lautan dunia, pada Jumat (10/2/2023).
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Perdagangan dan Industri negara itu mengatakan bahwa perwakilan tetap Singapura duta besar Tan Hung Seng telah secara resmi menyerahkan instrumen penerimaan perjanjian WTO tentang subsidi perikanan kepada Direktur Jenderal Ngozi Okonjo-Iweala di Jenewa, Swiss.
Pengajuan tersebut menjadikan Singapura sebagai negara anggota kedua setelah Swiss yang meratifikasi perjanjian tersebut pada bulan Januari dan negara pantai pertama yang melakukannya.
Ini juga merupakan perjanjian perdagangan multilateral pertama yang berfokus pada kelestarian lingkungan yang membutuhkan penerimaan dua pertiga dari 164 anggota WTO agar berlaku.
“Perjanjian tentang Subsidi Perikanan menetapkan pembatasan pada subsidi berbahaya, yang merupakan faktor kunci dalam meluasnya penipisan stok ikan dunia,” kata WTO, dalam sebuah pernyataan.
Selain itu, perjanjian multilateral melarang dukungan untuk penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) serta melarang dukungan untuk penangkapan ikan yang ditangkap secara berlebihan dan menyerukan diakhirinya subsidi untuk penangkapan ikan di laut lepas yang tidak diatur.
“Penerimaan formal Singapura atas Perjanjian WTO tentang Subsidi Perikanan merupakan langkah penting menuju pemberlakuannya. Ini menambah keragaman ekonomi yang dibutuhkan untuk upaya kolektif menegakkan kelestarian laut di seluruh dunia,” kata Dirjen WTO.
Dia juga menyebut Singapura sebagai pendukung setia sistem perdagangan multilateral dan peserta aktif baik dalam negosiasi subsidi perikanan maupun diskusi berkelanjutan tentang perdagangan dan lingkungan.
Khususnya, perjanjian tersebut juga mengakui kebutuhan negara-negara berkembang dan terbelakang (LDC) dan akan membentuk dana untuk memberikan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas untuk membantu mereka mengakhiri subsidi perikanan yang berbahaya dan mendukung praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Sejauh ini, negara-negara seperti Jepang, Australia dan Uni Eropa telah menjanjikan jutaan dolar untuk membantu negara-negara berkembang dan kurang berkembang melaksanakan kewajiban perjanjian.
Lebih lanjut, dalam sebuah postingan di Facebook, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura mengatakan, “Sebagai pendukung kuat sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, Singapura menyambut baik perjanjian penting ini, perjanjian WTO pertama dengan fokus lingkungan.”
(***)