Tim Evakuasi Lakukan Upaya Terakhir untuk Temukan Korban Selamat dari Gempa Turki-Suriah
RIAU24.COM - Petugas penyelamat pada Kamis (9/2/2023) melakukan upaya terakhir untuk menemukan korban selamat dari gempa bumi di Turki dan Suriah.
Di Adiyaman, wartawan Associated Press melihat seseorang memohon kepada tim penyelamat untuk melihat melalui puing-puing bangunan tempat kerabatnya terjebak.
Mereka menolak permintaan tersebut. Tim penyelamat mengatakan tidak ada yang hidup di bawah reruntuhan itu. Mereka harus memprioritaskan daerah dengan kemungkinan orang yang selamat.
"Bagaimana saya bisa pulang dan tidur? Adikku ada di sana. Dia mungkin masih hidup," ujar seorang pria yang hanya menyebut namanya sebagai Ahmet.
Korban Tewas Terbesar Selama 25 Tahun Terakhir
Korban tewas dari bencana gempa berkekuatan 7,8 skala ritcher naik menjadi hampir 21.000, melampaui lebih dari 18.400 yang tewas dalam gempa 2011 di Fukushima, Jepang. Jumlah itu juga melampaui korban gempa di Istanbul pada 1999 yang mencapai 18.000 orang.
Para ahli mengatakan, orang dapat bertahan hidup selama seminggu atau lebih. Kemungkinan untuk menemukan orang yang masih hidup dalam suhu yang sangat dingin semakin kecil.
Saat kru darurat dan kerabat yang panik menggali puing-puing fokus mulai beralih ke penghancuran struktur berbahaya yang tidak stabil.
Kisah Penyelamatan Warga di Antakya
Kantor berita DHA menyiarkan penyelamatan seorang anak berusia 10 tahun di Antakya. Petugas medis harus mengamputasi lengan anak itu untuk menyelamatkannya. Orang tua serta tiga saudara kandung anak itu telah meninggal dunia.
Sementara seorang gadis berusia 17 tahun ditemukan hidup di bawah reruntuhan di Adiyaman. Sementara seorang gadis berusia 20 tahun ditemukan di Kahramanmaras oleh penyelamat yang meneriakkan "Allahuakbar!".
Di Kota Nurdagi sebagian besar kota rata dengan tanah. Kerumunan orang yang sebagian besar merupakan anggota keluarga dari orang-orang yang terperangkap di bawah reruntuhan, menyaksikan mesin-mesin berat merobek satu bangunan yang telah runtuh, dan lantainya hancur berantakan.
Mehmet Yilmaz menyaksikan dari kejauhan ketika buldoser dan peralatan penghancur lainnya mulai merobohkan sisa-sisa bangunan tempat enam anggota keluarganya terperangkap, termasuk empat anak.
Yilmaz memperkirakan sekitar 80 orang masih berada di bawah reruntuhan. Dia ragu apakah ada yang ditemukan hidup-hidup.
“Tidak ada harapan. Kami tidak bisa melepaskan harapan kami pada Tuhan, tetapi mereka memasuki gedung dengan alat pendengar dan anjing, dan tidak ada apa-apa,” kata Yilmaz.
Sementara Mehmet Nasir Dusan duduk menyaksikan sisa-sisa bangunan berlantai sembilan itu runtuh dalam awan debu yang mengepul.
Dusan mengatakan, dia tidak memiliki harapan untuk bersatu kembali dengan lima anggota keluarganya yang terjebak di bawah puing-puing.
“Kami tidak akan meninggalkan situs ini sampai kami dapat memulihkan tubuh mereka, meski butuh 10 hari. Keluargaku hancur sekarang," ujar Dusan.
Di Kahramanmaras, gedung olah raga seukuran lapangan basket difungsikan sebagai kamar mayat sementara untuk menampung dan mengidentifikasi jenazah. Di lantai tergeletak puluhan jenazah terbungkus selimut atau kain kafan hitam.
Setidaknya satu jenazah tampak seperti anak berusia 5 tahun atau 6 tahun. Di pintu masuk gedung, seorang pria menangisi kantong mayat hitam yang tergeletak bersebelahan di bak truk kecil.
“Saya berusia 70 tahun. Tuhan seharusnya mengambil saya, bukan anak saya,” ujar pria itu.
Para pekerja terus melakukan operasi penyelamatan di Kahramanmaras. Namun banyak orang yang terjebak di reruntuhan bangunan telah meninggal dunia.
Seorang pekerja penyelamat terdengar mengatakan bahwa kondisi psikologisnya menurun dan bau kematian menjadi terlalu berat untuk ditanggung.
Di barat laut Suriah, truk bantuan PBB yang perangkat dari Turki memasuki daerah yang dikuasai pemberontak. PBB menggarisbawahi sulitnya memberikan bantuan kepada orang-orang di Suriah.
Di Kota Antakya, Turki, puluhan orang berebut meminta bantuan di depan sebuah truk yang membagikan mantel anak-anak dan perbekalan lainnya.
Terkendala Cuaca Dingin
Seorang penyintas, Ahmet Tokgoz, menyerukan pemerintah untuk mengevakuasi orang-orang dari wilayah tersebut. Mereka yang kehilangan rumah menemukan tempat berlindung di tenda, stadion, dan akomodasi sementara lainnya.
“Apalagi dalam cuaca sedingin ini, tidak mungkin tinggal di sini Jika orang tidak mati karena terjebak di bawah reruntuhan, mereka akan mati karena kedinginan," kata Tokgoz.
Cuaca musim dingin dan kerusakan jalan dan bandara telah menghambat respons penyelamatan. Beberapa orang di Turki mengeluhkan lambatnya respons bantuan kemanusiaan.
“Seperti yang Anda ketahui, gempa bumi melanda area berdiameter 500 kilometer (311 mil) di mana 13,5 juta orang kami tinggal, dan itu mempersulit pekerjaan kami,” kata Presiden Recep Tayyip Erdogan, Kamis (9/2/2023).
Di Kota Elbistan, Turki, penyelamat berdiri di atas puing-puing dari rumah yang runtuh dan mengeluarkan seorang wanita tua. Tim penyelamat mendesak para keluarga korban agar tenang.
Sementara kelompok paramedis Suriah yang dikenal sebagai White Helmets mencatat bahwa “setiap detik bisa menyelamatkan nyawa.”
Dengan kemungkinan menemukan orang hidup semakin menipis, kru di beberapa tempat mulai menghancurkan bangunan. Pihak berwenang membatalkan operasi pencarian dan penyelamatan di Kota Kilis dan Sanliurfa, di mana kehancuran tidak separah di daerah lain.
Wakil Presiden Fuat Oktay mengatakan pekerjaan penyelamatan sebagian besar telah selesai di Diyarbakir, Adana dan Osmaniye.
Di seberang perbatasan di Suriah, bantuan mengalir masuk. PBB diberi wewenang untuk mengirimkan bantuan hanya melalui satu perlintasan perbatasan, dan sejauh ini kerusakan jalan telah mencegahnya. Pejabat PBB memohon agar masalah kemanusiaan didahulukan daripada politik masa perang.
Badan penanggulangan bencana Turki mengatakan lebih dari 110.000 personel mengambil bagian dalam upaya penyelamatan.
Sementara lebih dari 5.500 kendaraan, termasuk traktor, derek, buldoser, dan ekskavator telah dikerahkan.
(***)