Ini Kunci KPK Bongkar Suap dan Gratifikasi Lukas Enembe
RIAU24.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe bakal dibawa ke meja hijau.
Alat bukti bakal dijadikan kunci untuk membongkar dugaan suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
"KPK akan menggunakan alat bukti lain yang telah KpK peroleh," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangan tertulis, Minggu, 15 Januari 2023.
Ghufron mengatakan saat ini pihaknya masih mencari bukti dan memeriksa saksi untuk melengkapi berkas kasus. Pencarian saksi dipastikan tidak akan terhenti hanya karena satu pihak mangkir.
Salah satu pihak yang berencanan mangkir yakni istri Lukas, Yulce Wenda karena merasa sebagai keluarga inti. Lembaga Antikorupsi bakal mencari keterangan dari pihak lain.
"Ketidaksediaan yang bersangkutan tidak sedikitpun mempengaruhi kekuatan alat bukti yang telah KPK kumpulkan," ucap Ghufron.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya dalam beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama, peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Kedua, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Ketiga, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(***)