Tahukah Anda, Suka Lupa Itu Normal Atau Tidak? Menurut Sains Begini
RIAU24.COM - Manusia pasti pernah mengalami lupa, bisa itu lupa mengerjakan tugas, lupa pernah berjumpa seseorang, lupa menaruh benda, dan sebagainya.
Atas dasar itu, tidak sedikit juga yang bertanya apakah itu normal atau malah menjadi tanda penurunan kognitif, atau bahkan awal dari demensia.
Lupa memang bisa disebabkan karena sel-sel otak yang menyusut seiring bertambahnya usia. Tetapi tidak semua penyimpangan memori disebabkan oleh perubahan terkait usia pada neuron kita. Dalam banyak kasus, faktor yang memengaruhi lebih sepele, termasuk lelah, cemas, atau terganggu.
Disadur dari ScienceAlert, Rabu (21/12/2022), beberapa kelupaan adalah normal. Sistem memori dibangun sedemikian rupa dan ada kalanya mengalami kesalahan karena terlalu banyak informasi yang ada di otak bisa memperlambat atau menghambat pengambilan ingatan tertentu.
Dan sayangnya, kita tidak bisa selalu memutuskan apa yang penting dan harus diingat. Otak kita yang bekerja melakukan itu untuk kita. Secara umum, otak kita lebih menyukai informasi sosial misalnya gosip terbaru, tetapi dengan mudah membuang informasi abstrak seperti angka.
Untuk kelupaan yang tifak normal, bisanya terjadi karena penuaan dan kehilangan memori yang lebih memprihatinkan disebut sebagai gangguan kognitif ringan. Pada tahapan lupa ini, tingkat kerusakan di otak dapat tetap stabil, membaik, atau memburuk.
Namun, ini menunjukkan peningkatan risiko sekitar tiga sampai lima kali penyakit neurodegeneratif di masa depan seperti demensia. Setiap tahun, sekitar 10-15 persen orang dengan gangguan kognitif ringan akan mengalami demensia.
Bagi orang-orang dengan gangguan kognitif ringan, kemampuan untuk melakukan aktivitas biasa menjadi secara bertahap dan berdampak lebih signifikan dari waktu ke waktu. Selain kehilangan ingatan, itu bisa disertai dengan masalah lain dengan bahasa, berpikir, dan keterampilan membuat keputusan.
Diagnosis gangguan kognitif ringan bisa menjadi pedang bermata dua. Ini menegaskan kekhawatiran orang tua bahwa kehilangan ingatan mereka tidak normal. Ini juga menimbulkan kekhawatiran akan berkembang menjadi demensia. Tapi itu juga bisa mengarah pada eksplorasi pengobatan potensial dan perencanaan untuk masa depan.
Gangguan navigasi dianggap sebagai penanda awal penyakit Alzheimer, jenis demensia yang paling umum. Studi pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menunjukkan area yang sangat mendukung ingatan untuk lingkungan spasial kita adalah yang pertama terpengaruh oleh penyakit degeneratif ini.
Jadi, peningkatan kejadian tersesat yang nyata bisa menjadi tanda peringatan akan kesulitan yang lebih nyata dan meluas di masa depan. Mengingat hubungan prediktif antara penurunan kemampuan untuk menemukan jalan dan demensia, ada insentif untuk mengembangkan dan menggunakan tes standar untuk mendeteksi defisit sedini mungkin.
Penyimpangan ingatan sehari-hari bukanlah sesuatu yang harus kita khawatirkan secara berlebihan, adalah bijaksana untuk mencari saran perawatan kesehatan profesional, seperti dari dokter, ketika gangguan tersebut menjadi lebih nyata dan konsisten. Meskipun saat ini masih belum ada obat untuk penyakit Alzheimer, deteksi dini bisa mengurangi masalah di masa depan.
***