Tahu Jelas Tujuan Ridwan Kamil Bangun Masjid Al Jabbar, Habib Kribo: Agama Akan Hancur
RIAU24.COM - Habib Zein Assegaf alias Habib Kribo tak habis pikir dengan aksi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menggelontorkan dana senilai Rp1 triliun untuk membangun rumah ibadah mewah bernama Al Jabbar.
Habib Kribo tak sepakat lantaran proyek rumah ibadah itu memakan ongkos terlampau besar. Ia mengatakan, tujuan pembangunan masjid mentereng itu agar Ridwan Kamil kelak tetap dikenang setelah lengser jadi gubernur Jawa Barat.
Menurut Habib Kribo, hal ini jelas sudah bertentangan dengan ajaran Islam, cara-cara untuk meninggalkan jejak seperti ini kata Habib Kribo jelas merusak Islam.
"Saya tahu ini mungkin, mereka tuh membangun masjid apa? Supaya dikenang ini saya membangun masjid. Itu bukan tujuan agama. Kalau begini terus, agama akan hancur. Yang ada apa, besok apa? Islam tinggal namanya aja dan bangunan-bangunan masjid. Yang bagus itu diberikan kepada manusia,” kata Habib Kribo dalam sebuah video di saluran Youtubenya, Selasa (10/1).
Habib berambut afro yang kerap mengkritik Habib Rizieq Shihab itu mengatakan, pembangunan masjid dengan anggaran fantastis ini bukan hanya dilakukan Ridwan Kamil. Sejumlah kepala daerah lainnya juga melakukan hal yang sama. Alih-alih senang,Habib Kribo justru miris melihat fenomena ini.
“Dan ini bukan hanya di Bandung, di banyak semua daerah, sampai ke desa saya lihat masjid itu megah-megah, tetapi kanan kiri hidupnya mereka itu apa? Hidupnya dalam kemiskinan!" katanya lagi.
Ketimbang sibuk berlomba-lomba membangun rumah ibadah mewah,Habib Kribo mengatakan, anggaran yang ada sebaiknya dipakai untuk kegiatan kemunusian.Salah satunya adalah membantu warga miskin yang tinggal di sekitar masjid.
"Apakah Islam cuman hanya mau pamer masjid? Yang kanan kiri itu kemiskinan. Ini melahirkan generasi gagal,” tuntasnya.
Fenomena pembangunan masjid dengan dana jumbo ini disebut Habib Kribo tak cuma dilakukan Ridwan Kamil, melainkan juga oleh banyak kepala daerah.
Mirisnya, aksi pembangunan masjid megah oleh kebanyakan kepala daerah tersebut justru mengesampingkan kondisi sosial masyarakat sekitar yang mayoritas mengalami kesulitan ekonomi.