Eks Ketua MK Sebut Jokowi Bisa Dimakzulkan Gegara Perppu Cipta Kerja, Begini Respons DPR
RIAU24.COM - Muncul isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) buntut dari penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie pemakzulan bisa saja dilakukan seandainya DPR bersikap.
Terkait hal itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengatakan, penerbiatan Perppu memang ada aturan, penerbitan Perppu bukan hanya terjadi di zaman Jokowi, melainkan di era presiden lain juga dilakukan.
"Presiden sebelum-sebelumnya juga sudah, ada juga yurespudensinya menerbitkan Perppu," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Karena itu, Dasco memandang tidak ada alasan bagi Parlemen untuk memakzulkan Jokowi hanya karena menerbitkan Perppu Cipta Kerja.
"Sehingga saya pikir tidak ada alasan untuk memakzulkan presiden dengan Perppu atau presiden mengeluarkan Perppu. Kalau ada yang sebelum-sebelumnya juga nanti kan pasti ada alasan," kata Dasco.
Sementara itu, terkait Perppu Cipta Kerja, hingga kini Senayan belum bersikap lantaran tengah masa reses. DPR akan membahas Perppu tersebut saat mulai masuk masa sidang.
"Oleh karena itu yang mungkin perlu nanti dilihat oleh DPR substansi dari Perppu tersebut. Nanti kita akan bahas di masa sidang pekan depan," kata Dasco.
Jokowi Bisa Dimakzulkan
Salah satu tokoh yang menyoroti Perppu Cipta Kerja adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie. Ia memandang, pihak yang mengusulkan penerbitan Perppu Ciptaker bisa saja membuat Presiden Jokowi dimakzulkan.
Mulanya, Jimly menyinggung sosok yang disebutnya 'sarjana hukum' sebagai pengusul Perppu Cipta Kerja. Ia curiga kalau si 'sarjana hukum' ini memang sengaja membuat Jokowi turun tahta.
"Atau bisa juga usul Perppu Cipta Kerja tersebut memang sengaja untuk menjerumuskan Presiden Jokowi untuk pemberhentian di tengah jalan," kata Jimly dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/1/2023).
Jimly lantas mengaitkan terbitnya Perppu Cipta Kerja dengan upaya penundaan pemilu serta perpanjangan masa jabatan Presiden.
Ia memandang, kalau memang si sarjana hukum tersebut ngotot memberikan pembenaran terhadap Perppu Cipta Kerja, maka tidak bakal sulit baginya untuk membenarkan perihal terbitnya perppu penundaan pemilu serta perpanjangan masa jabatan.
"Kalau ada sarjana hukum yang ngotot memberi pembenaran pada Perppu Cipta Kerja ini, maka tidak sulit baginya untuk memberi pembenaran untuk terbitnya perppu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan," kata Jimly.
Kondisi tersebut, dianggap Jimly menjadi momen yang pas bagi partai politik mengambil jarak, bahkan secara kompak menyetujui pemakzulan Jokowi.
Terkait Perppu Cipta Kerja, menurut Jimly semestinya pemerintah tidak perlu membuatnya. Apabila memiliki niat yang tulus untuk bangsa dan negara, pemerintah seharusnya menindaklanjuti putusan MK terkait uji formil pembentukan UU Cipta Kerja.
Ia menilai perbaikan UU Cipta Kerja itu tidak sulit apabila diberi tenggat selama dua tahun oleh MK, apalagi saat ini pemerintah memiliki waktu 7 bulan sebelum tenggatnya pada November 2023.
"Susun saja UU baru dalam waktu 7 bulan sekaligus memperbaiki substansi materi pasal-pasal dan ayat-ayat yang dipersoalkan di tengah masyarakat dengan sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang meaningful dan sustansial sesuai amar putusan," tuturnya.
(***)