RKHUP Disahkan, Pegiat Demokrasi Khawatir Indonesia Kembali ke Era Orde Baru
RIAU24.COM - Pemerintah dan DPR mempersilahkan masyarakat untuk mencermati dan mengkritisi pasal-pasal dalam KUHP yang baru disahkan serta menempuh jalur hukum jika dinilai ada hal-hal yang dirasa mengganggu.
Namun, pegiat demokrasi ‘khawatir‘ gugatan ke MA tidak berdampak, apalagi belum lama ini seorang hakim dicopot karena kerap membatalkan produk undang-undang DPR.
Puluhan massa yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil melakukan aksi penolakan terhadap pengesahan RKUHP menjadi KUHP di depan Gedung DPR RI, Selasa (06/12).
Adhitiya Augusta Triputra, yang mewakili koalisi masyarakat sipil, menilai langkah pemerintah itu justru menggambar kinerja mereka yang 'asal-asalan'.
“Itu memang aturan hukum di negara kita. Tapi sayangnya, MK itu [jadi] semacam keranjang sampah, yang sampah-sampahnya itu, kebijakan-kebijakannya, dibuat oleh DPR. Jadi, DPR ini semakin kelihatan niatnya, ketika mereka mengucapkan kalau misalnya tidak sesuai kebijakannya, maka ke MK-lah untuk diuji," mengutip BBC.
"Berarti mereka bikin kebijakan itu asal-asalan. Benar-benar ugal-ugalan,” papar Adhitiya kepada wartawan BBC News Indonesia Muhammad Irham, yang meliput langsung dari depan Gedung DPR RI, Selasa (06/12).
Di sisi lain, kalangan pegiat demokrasi khawatir dengan independensi MK, setelah Hakim Aswanto dicopot dari jabatannya oleh DPR RI karena kerap membatalkan produk Undang-undang dari DPR.
Apalagi beberapa kali, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, beberapa judicial review tidak lolos.
“Berangkat dari pengalaman judicial review untuk Undang-undang KPK, yang terakhir undang-undang perubahan kedua tentang otonomi khusus untuk Papua,” kata Usman.
Oleh sebab itu, dia mengatakan butuh persiapan dan perhitungan yang matang sebelum menggugat KUHP yang baru.
Pemerintah mengatakan waktu tiga tahun, yang akan digunakan sebagai masa transisi penerapan KUHP baru, juga akan digunakan untuk sosialisasi dan melaksanakan pelatihan terhadap para penegak hukum dan stakeholders.
“Jaksa, hakim, polisi, advokat, pegiat HAM, kampus-kampus lagi agar tidak salah mengajar nanti… Harus ada [sosialisasi] dan kami harus menyusun sosialisasi dari sekarang terhadap stakeholders yang ada,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly kepada wartawan, usai sidang paripurna, Selasa (06/12).
(***)