Terungkap! CCTV KM 50 Masuk Dakwaan Ferdy Sambo
RIAU24.COM - Dakwaan kasus obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) telah mengkonfirmasi terjadinya pengamanan CCTV dalam kasus unlawfull killing atas enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 2020 lalu.
Dari salinan dakwaan singkat untuk terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin (ARA) terungkap, adanya peran AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay yang mendapatkan perintah untuk pengamanan CCTV di semua area dan lokasi tempat pembunuhan Brigadir J, di Duren Tiga 46, Jakarta Selatan (Jaksel).
Dalam dakwaan AKBP ARA dijelaskan, AKBP Acay pada kasus penghalangan penyidikan kematian Brigadir J, merupakan salah satu saksi. Namun di dalam dakwaan tersebut juga disebutkan, bahwa AKBP Acay adalah anggota kepolisian di Mabes Polri, yang ambil bagian dalam pengamanan CCTV pada kasus unlawfull killing, di KM 50. “Saksi AKBP Ari Cahya Nugraha merupakan tim (pengamanan) CCTV pada saat kasus KM 50,” begitu isi dakwaan singkat AKBP ARA, yang dikutip dari di laman resmi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Seperti dalam kasus Sambo, kasus pembunuhan di KM 50 juga sempat terkendala keberadaan CCTV. Pihak Jasa Marga sempat menuturkan bahwa CCTV Tol Jakarta-Cikampek KM 50 sempat tak bisa diakses pada saat pembunuhan, yakni pada Desember 2020. Komnas HAM menemukan kemudian, ada CCTV di dekat salah satu lapak di rest area KM 50 yang dirampas pihak kepolisian. Dalam kasus ini, dua anggota kepolisian yang sempat disidangkan divonis bebas.
Terdakwa AKBP ARA, adalah satu dari tujuh tersangka dalam kasus tindak pidana obstruction of justice kematian Brigadir J. AKBP ARA sampai saat ini belum dipecat dari Polri. Pada Kamis (4/8) lalu, AKBP ARA dimutasi paksa ke Divisi Pelayanan Markas (Yanma) oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Permutasian tersebut karena AKBP ARA diduga terlibat dalam pembuatan rekayasa, dan skenario palsu, penghilangan, perusakan barang bukti untuk penyidikan kematian Brigadir J. Sebelum dimutasi ke Yanma, AKBP ARA menjabat sebagai Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam Polri.
Adapun AKBP Acay juga masuk dalam daftar mutasi dan pencopotan jabatan gegera kasus Brigadir J itu. Ia dicopot dari jabatannya selaku Kanit-I Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Mabes Polri. Kapolri pada 22 Agustus 2022 memutasikan jabatannya ke Divisi Yanma. Seperti para anggota Polri terlibat lainnya dalam kasus Brigadir J, AKBP Acay juga sempat dikurung di tempat khusus (patsus) untuk penyelidikan, dan penyidikan. Namun AKBP Acay selamat, tak dijadikan tersangka.
Disebutkan dalam dakwaan tersebut, pada Sabtu (9/7) pagi, satu hari setelah Brigadir J dibunuh pada Jumat (8/7), Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan (HK) menghubungi AKBP Acay lewat telepon. “Namun tidak terhubung,” begitu di dakwaan. Brigjen HK saat kejadian itu masih menjabat Kepala Biro (Karo) Paminal Div Propam. Brigjen HK, dalam kasus obstruction of justice ini juga berstatus terdakwa.
Karena tak bisa menelefon AKBP Acay, Brigjen HK lalu menghubungi Kombes Agus Nurpatria (ANT), yang saat itu masih menjabat sebagai Kaden A Ropaminal Div Propam. ANT akhirnya berhasil menghubungi Acay.
Dalam pembicaraan telefon tersebut, AKBP Acay menyampaikan kepada ANT untuk bicara dengan Brigjen HK. Selanjutnya, Brigjen HK menyampaikan sejumlah perintah kepada AKBP Acay untuk pengamanan CCTV di Duren Tiga 46, dan juga di Saguling III.
“Cay, permintaan Bang Sambo (Ferdy Sambo), untuk CCTV sudah dicek belum. Kalau belum, mumpung siang coba kamu screening,” begitu perintah Brigjen HK kepada AKBP Acay mengutip Republika.
AKBP Acay kepada Brigjen HK saat itu menyampaikan bahwa dirinya sedang tak berada di Jakarta. Menurut dakwaan, AKBP Acay, saat itu sedang di Bali. Namun begitu, AKBP Acay menyampaikan kepada Brigjen HK, bahwa perintah pengamanan CCTV itu akan tetap dilakukan dengan memerintahkan AKBP Irfan Widyanto (IW).
Terkait kasus pembunuhan Brigadir J itu, juga akan disidangkan tujuh terdakwa lain yang terlibat dalam tindak pidana obstruction of justice. Para terdakwa itu, yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Irfan Widyanto, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo. Tujuh terdakwa obstruction of justice tersebut juga akan dibawa ke muka hakim pada Rabu (19/10) di PN Jaksel.
JPU akan mendakwa tujuh terdakwa obstruction of justice itu dengan Pasal 49 juncto Pasal 33, dan atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE 19/2016. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, dan atau Pasal 221 ayat (1) ke-2, dan Pasal 233 KUH Pidana.
Ragam sangkaan pidana itu terkait pengrusakan, atau mengubah, menambah, mengurangi, dan melakukan transmisi elektronik milik orang lain, atau publik secara ilegal. Juga disebutkan penjeratan hukum itu, terkait dengan penghalang-halangan penyidikan berupa menghilangkan bukti-bukti elektronik terkait peristiwa tindak pidana.
Pihak kepolisian belum menanggapi isi dakwaan kasus ini hingga berita ini diturunkan.
(***)