Tragedi Kanjurhan: Pintu 13 Stadion Disebut Bak Kuburan Massal, PSSI Buka Suara
RIAU24.COM - Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang menewaskan setidaknya 182 orang meninggalkan luka mendalam bagi Tanah Air. Pintu 13 Stadion Kanjuruhan bahkan disebut ditutup pada saat kejadian hingga menjadi seperti kuburan massal.
"Pintu 13 seperti kuburan massal. Banyak anak kecil, korban kebanyakan perempuan. Saya tak kuat," tutur warga Kabupaten Malang bernama Eko Prianto dilansir BBC News Indonesia pada Rabu (05/10/2022).
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mengungkapkan kronologi tragedi banyaknya orang meninggal di pintu 13. PSSI telah meminta keterangan kepada perwakilan manajemen, ketua panitia pelaksana, serta security officer Arema FC dan menemukan bahwa pintu 11, 12, dan 13 memang tidak dibuka.
Laga Arema FC versus Persebaya Surabaya yang digelar pada Sabtu (1/10) itu berlangsung normal hingga peluit akhir pertandingan ditiup. Namun kericuhan mulai terjadi usai pemain Persebaya masuk ke lorong ruang ganti.
Seorang suporter memasuki lapangan dan mendekati pemain Arema yang berkumpul di tengah lapangan. Puluhan penonton lain pun mengikut aksi tersebut dan ikut masuk ke lapangan.
Komite Disiplin PSSI menilai kejadian tersebut gagal dibendung. Menurut mereka. orang pertama yang masuk ke lapangan seharusnya langsung dihalau sehingga tak membuat penonton lain ikut-ikutan turun ke lapangan.
Dengan makin banyaknya suporter yang turun ke lapangan, polisi pun mengambil tindakan. Polisi menghalau suporter untuk kembali ke tribun, hingga akhirnya ada yang memukul dan menjatuhkan suporter. Aksi tersebut membuat penonton di tribun memaki- maki polisi.
Tak lama, polisi akhirnya menembakan gas air mata ke lapangan pertandingan, kemudian ke tribun penonton. Ketua Komdis PSSI Erwin Tobing mengungkapkan bahwa tribun pertama yang ditembak gas air mata adalah di sisi selatan.
Asap gas air mata dengan cepat menyebar dan membuat penonton mencoba keluar stadion. Namun karena pintu Stadion Kanjuruhan hanya memiliki lebar sekitar satu meter, terjadilah desak-desakan dan dorong-dorongan hingga situasi tak terkendali.
Dalam kondisi ricuh tersebut, petugas bagian security officer masih belum membuka beberapa pintu stadion sehingga diduga banyak korban tumbang. Di antaranya di pintu 11, 12, dan 13.
"Pintu itu kan kejadian di tribune selatan. Pintu 11, 12, 13. Harusnya itu bisa dibuka, tapi begitu terjadi kericuhan, itu pintu kan isinya ribuan orang. Terjadi keributan," bebernya. "Itu kan lantai tinggi, ruang geraknya sedikit, saling merebut, masuk ke pintu keluar, masuk-masuk. Ini datang terus dari tribune, yang pintu gak kebuka. Ada asap. Itu kemungkinan terjadinya," ungkap Erwin.
Lebih lanjut, Erwin menjelaskan ada kelalaian dari pihak security officer Arema FC hingga pintu tribun tak dibuka. Padahal pintu seharusnya sudah dibuka 10 menit menjelang pertandingan berakhir sesuai regulasi PSSI.
Security officer yang bertugas di pintu 11, 12, dan 13 disebut tidak membuka pintu dalam waktu yang ditentukan karena ada banyak penonton di luar. Sehingga mereka tidak membuka pintu untuk menghindari masuknya penonton yang tak memiliki tiket.
"Siapa yang pegang kunci? Steward, security officer. Kita tanya, saya ketemu, 'Oh saya buka'. Kenyataannya tidak dibuka pintunya. Kenapa tidak dibuka? Ini yang menjadi suatu kelalaian," ujarnya.
(***)