Bank Dunia: Warga Miskin Indonesia Tambah 13 Juta Orang
RIAU24.COM - Sekitar 13 juta masyarakat kelas menengah bawah di Indonesia jatuh miskin. Hal ini diperkuat dengan ketentuan baru Bank Dunia mengenai hitungan paritas daya beli (purchasing power parities/PPP) atau kemampuan belanja mulai musim gugur 2022.
Mengutip laporan Bank Dunia yang bertajuk 'laporannya East Asia and The Pacific Economic Update October 2022', Rabu (28/9), basis perhitungan baru itu berdasarkan PPP 2017. Sementara, basis perhitungan yang lama adalah PPP 2011.
Mengacu PPP 2017, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$2,15 per orang per hari atau Rp32.812 per hari (asumsi kurs Rp15.261 per dolar AS). Sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem ada di level US$1,90 per hari.
Bank Dunia juga menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle income class). Batas kelas penghasilan menengah ke bawah dinaikkan dari US$3,20 menjadi US$3,65 per orang per hari.
Sementara itu, batas penghasilan kelas menengah ke atas (upper- middle income class) dinaikkan dari US$5,50 menjadi US$6,85 per orang per hari.
Dengan perhitungan baru ini, sebanyak 33 juta orang kelas menengah bawah di Asia turun kelas menjadi miskin. Indonesia dan China menjadi negara dengan penurunan kelas menengah terbanyak.
Tercatat ada 13 juta orang kelas menengah bawah di Indonesia turun level menjadi miskin. Sementara, di China sebanyak 18 juta orang kelas menengah bawah turun kelas menjadi miskin.
Adapun orang kelas menengah atas di Indonesia yang turun kelas mencapai 27 juta orang. Sedangkan, orang kelas menengah atas di China yang turun kelas mencapai 115 juta orang.
Secara keseluruhan, ada 174 juta orang kelas menengah atas di Asia turun kelas.
Bank Dunia mencatat garis kemiskinan untuk menentukan kelas menengah diambil dengan menggunakan median dari garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas.
Faktor paling penting dari perubahan ini adalah karena berubahnya tingkat harga di negara lain, terutama Amerika Serikat.
"Kenaikan harga akan membuat kemampuan daya beli berkurang dan meningkatkan angka kemiskinan," tulis Bank Dunia.
(***)