Perihal Insiden Brigadir J, Rocky Gerung: Ada Dua Korban dalam Kasus Ini
RIAU24.COM - Kasus penembakan Brigadir J masih dilingkupi teka-teki dan menjadi pembicaraan publik. Salah satu Akademisi dan Intelektual Publik, Rocky Gerung juga memberikan pendapatnya mengenai kasus ini.
Rocky menilai langkah kepolisian dalam memproses kasus yang menyebabkan kematian Brigadir J ini berjalan profesional dan transparan.
Sebelumnya, Brigadir J atau Nopriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia dalam peristiwa baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli lalu.
"Saya kira kepolisian masih dalam tahap profesionalisme, yakni mengakui bahwa ada dua korban dalam kasus ini," ujar Rocky saat dihubungi wartawan, Senin (1/8/2022) dikutip sindonews.
Ia menjelaskan, korban pertama tentu Brigadir J alias Yosua. Dia menjadi korban dan karena itu tubuhnya akan punya hak untuk mengatakan jejak kriminalitas melalui autopsi.
Rocky juga menyampaikan bahwa forensik juga harus dilakukan sebagai hak korban untuk mengatakan apa yang telah terjadi dengan tubuhnya kepada ahli forensik.
"Jadi ini yang kita harus hormati, bahwa hak korban meski telah menjadi jenazah, dia bisa tetap mengucapkan pengetahuan dia tentang apa yang terjadi pada tubuhnya melalui ilmu forensik," jelasnya.
Menurut pria yang menjadi salah satu Founder Setara Institute ini, kini semua pihak secara profesional telah bersepakat untuk menunggunakan scientific research sebagai cara yang digunakan untuk mengungkapkan peristiwa kematian Brigadir J.
Kemudian, korban kedua disebut Rocky yakni istri Irjen Ferdy Sambo.
Rocky berpendapat, perlindungan terhadap korban kedua harus dihargai sebagai hak privasi yang memerlukan proteksi hukum, dan itu berlaku di dalam prinsip human rights, terutama yang disebut hak asasi perempuan.
Proteksi diharuskan karena perempuan rentan untuk dibully, dimanfaatkan tubuhnya melalui prinsip yang disebut femme fatale.
Sekedar informasi, Femme fatale suatu doktrin dalam peradaban yang menganggap tiap kejahatan di belakangnya selalu ada perempuan.
"Ini yang mesti kita hindari. Jadi sensasi terhadap femme fatale, yaitu keterlibatan perempuan dan biasanya berkaitan dengan isu sensasi seksual itu mesti kita hilangkan dulu," katanya.
Lebih lanjut Rocky menambahkan, mengimbau agar pers memberlakukan peristiwa ini sebagai peristiwa kriminal tanpa bumbu-bumbu sensasi, tanpa bumbu-bumbu politik.
"Ini penting kita ucapkan sejak sekarang, izinkan Polri untuk melakukan scientific research berdasarkan prinsip ilmu pengetahuan kriminal, yaitu pembuktian berdasarkan fakta, bukan berdasarkan asumsi," pungkasnya.
(***)