Memaknai Merdeka Belajar Dan Merdeka Mengajar Filosofi Ki Hadjar Dewantara Dalam Perspektif Calon Guru Penggerak
Dengan kemajuan teknologi silaturahmi zaman sekarang dilakukan di “Dunia Maya’ walaupun semestinya bisa bertemu langsung, namun kebiasaan baru ini lebih disukai oleh masyarakat kekinian dengan alasan kesibukan pekerjaan sehingga tidak memiliki waktu luang untuk silaturahmi secara langsung ataupun dengan alasan-alasan lainnya. Berangsur-angsur kita menjadi individualis. Silaturahmi sekarang berganti wadah menjadi silaturahmi digital dilakukan tanpa bertatap dan berjumpa fisik secara langsung. Isi pembicaraannya tak kalah sepelenya lagi, kadang silaturahmi ini digital hanya untuk sekedar “say hello” saja melalui whatsapp atau media sosial Facebook, Twitter atau Instagram dan lain sebagainya.
Tidak heran di zaman sekarang kita melihat orang lebih “intim” bercengkrama di atas kendaraan roda duanya saat melaju berjalan beriringan di jalan raya ketimbang di rumah yang terkadang mengabaikan keselamatan diri sendiri maupun orang lain, sebuah sikap yang jauh dari menghargai pengguna jalan lainnya. Bahkan pada saat bertemu langsung di rumah yang terjadi hanyalah komunikasi sekedarnya saja, cenderung kaku dan monoton. Kenapa? Apalagi penyebabnya kalau bukan masing-masing sibuk dengan perangkat elektroniknya yang bisa menghubungkannya dengan dunia luar yang jauh lebih luas. Masing-masing sibuk dengan alat yang lazim kita sebut “hape” itu sehingga rekan bicara yang ada di samping kita menjadi terabaikan. Inilah sedikit realita yang kita alami pada saat ini.
Pendidikan yang sesuai kodrat dan berpihak pada murid menjadi kunci utama.
Pendidikan membentuk karakter bangsa. Pendidikan dikatakan berhasil jika mampu merubah murid dari tidak tahu menjadi tau kebenaran serta mampu menerapkan nilai kebenaran itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hampir setiap komponen masyarakat dalam tatanan sosial pernah bersekolah dan menjadi murid. Murid-murid inilah yang kelak berbaur menjadi bagian dari masyarakat yang majemuk berbekal ilmu yang didapatkan saat mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah. Keberhasilan pendidikan yang diterimanya saat bersekolah akan menentukan caranya bersikap dan bertingkah laku sosial dalam masyarakat.
Pendidikan yang sesuai dengan kodrat keadaan adalah pendidikan yang memperhatikan di mana dan pada masa kapan murid itu hidup. Sebagai contoh, kebutuhan pendidikan di zaman kolonial mungkin hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, karena pada zaman penjajahan kolonial memang visi dan tujuan pendidikan kolonial hanya untuk mencetak generasi yang akan menjadi “pembantu” pemerintah atau perusahaan kolonial untuk dipekerjakan sebagai pegawai rendahan dengan upah yang kecil. Semata-mata hanya untuk keuntungan komersial kolonial semata.
Sejak tahun 1945 kita sudah merdeka, sudah lebih kurang 77 tahun lamanya, semestinya sistem dan cara-cara pendidikan bangsa juga ikut merdeka. Pendidikan di masa lalu tidak akan sesuai jika diterapkan pada masa sekarang yang sudah penuh dengan kemajuan dan perkembangan zaman. Selain itu pendidikan zaman kolonial tidak sesuai lagi diterapkan pada masa kemerdekaan karena tidak sesuai dengan kodrat keadaan.