Memaknai Merdeka Belajar Dan Merdeka Mengajar Filosofi Ki Hadjar Dewantara Dalam Perspektif Calon Guru Penggerak
RIAU24.COM - Apa itu Pendidikan yang berpihak pada siswa?
Zaman terus berubah, begitu juga dengan generasi penerus kehidupan bangsa. Lebih kurang satu abad yang lalu Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD) mengemukakan hasil buah fikirnya berupa filosofi pendidikan bangsa dengan beberapa poin penting yang salah satu diantaranya adalah bahwa pendidikan itu semestinya tanpa paksaan dan sesuai dengan kodrat keadaan siswa. Pendidikan tidak memaksa murid untuk menjadi seperti apa yang diinginkan oleh pendidiknya, selain itu pendidikan mesti mempertimbangkan keadaan dimana dan pada zaman apa sang murid itu hidup yang disebut dengan kodrat keadaan.
Visi pendidikan KHD saat itu tidak serta merta timbul begitu saya. KHD merupakan seorang pahlawan pendidikan Bangsa Indonesia yang justru mengenyam pendidikan ala kolonial Belanda. Beliau sangat prihatin dengan nasib pendidikan bangsa saat itu yang hanya bertujuan untuk segala kepentingan penjajah semata. Kaum pribumi yang mendapatkan kesempatan hanya dari kalangan tertentu saja (para pembantu kolonial dalam urusan pemerintahan di tanah jajahan). Kaum pribumi hanya mendapatkan pelajaran yang sangat terbatas seperti Bahasa Belanda serta Baca, Tulis dan Hitung (Calitung).
Pendidikan saat itu sangat rasisme bagi kaum pribumi yang menjadi anak bangsa kelas dua di negerinya sendiri. Sistem hukuman fisik maupun psikis menjadi hal yang lumrah diterima oleh para pembelajar pribumi pada saat itu. Tidak itu saja tujuan pendidikan ala kolonial ini lebih menyedihkan lagi, yaitu pendidikan dan pengajaran bagi pribumi hanya bertujuan untuk menyiapkan pegawai-pegawai dari kalangan pribumi untuk menjadi pembantu kolonial di bidang perkebunan dan pemerintahan penjajahan belanda. Jika beruntung dapat menyelesaikan pendidikan maka para pribumi terrpelajar ini akan berkerja untuk segala kepentingan kolonial belanda dengan upah yang sangat rendah.
Melihat hal yang demikian, KHD mempelopori berdirinya sekolah-sekolah untuk pribumi yang diberi nama Taman Siswa pada tahun 1922 di Yogyakarta. Taman siswa membuka gerbang emas dunia pendidikan pada saat itu sehingga kemudian diikuti dengan berdirinya Taman Siswa di beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti di Sumatra dan Maluku. Visi pendidikan dan pengajaran Taman Siswa sangat sederhana dan penuh makna kearifan lokal. Tidak ada paksaan dalam proses pembelajaran, semua berdasarkan kesepakatan antara guru dan murid.
Guru berperan sebagai penuntun (pamong) bagi para muridnya sehingga dikenal istilah Ing Ngaro Sung Tuladho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang bermakna Guru itu jika depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan kepada murid. Pendidikan dan pengajaran berorientasi dan berpihak pada murid.