Tak Terima Disanksi, Rusia Larang Masuk 63 Pejabat Jepang Termasuk Perdana Menteri
RIAU24.COM - Pemerintah Rusia hari Rabu (5/4) memberlakukan larangan masuk ke Rusia bagi Perdana Menteri Fumio Kishida dan belasan pejabat Jepang, setelah Tokyo ikut memberlakukan sanksi internasional terhadap Moskow atas kampanye militernya di Ukraina, seperti dilaporkan Straits Times, Rabu (4/5).
Larangan masuk ini akan berlaku untuk jangka waktu tak terbatas. Hal ini merupakan babak baru atas sanksi yang diterapkan Rusia terhadap Jepang, di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara atas krisis di Ukraina.
Selain perdana menteri dan pejabat lainnya, larangan masuk ditargetkan pula terhadap 63 warga negara Jepang.
Tindakan Rusia ini adalah pembalasan terhadap serangkaian sanksi yang dikenakan oleh Jepang. Kremlin menuduh Tokyo meluncurkan kampanye anti-Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan retorika yang tidak dapat diterima. Sanksi ekonomi terhadap Rusia telah merugikan dan menjatuhkan citra Rusia.
"Pemerintahan Fumio Kishida meluncurkan kampanye anti-Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya (dan) memungkinkan retorika yang tidak dapat diterima terhadap Federasi Rusia, termasuk fitnah dan ancaman langsung," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan.
"Ini digaungkan oleh tokoh masyarakat, pakar, perwakilan media Jepang, yang sepenuhnya terlibat oleh sikap Barat terhadap negara kita," tambah kementerian luar negeri Rusia
Rusia juga menuduh Tokyo mengambil "langkah-langkah praktis, bertujuan menghancurkan hubungan bertetangga yang baik, merusak ekonomi Rusia dan prestise internasional negara itu".
Kishida mengatakan kepada wartawan di Roma bahwa larangan masuk oleh Rusia itu tidak dapat diterima. Rusia juga semestinya bertanggung jawab untuk mendorong hubungan bilateral ke dalam situasi saat ini.
Namun, pejabat Jepang percaya larangan itu tidak akan berdampak terhadap pemerintah. Sebabnya Jepang tak berencana mengirim seorang tokoh senior ke Rusia. Eksekutif organisasi media besar Jepang, seperti Yomiuri Shimbun dan harian bisnis Nikkei, dan profesor universitas juga termasuk dalam daftar yang dirilis oleh Rusia.