Covid-19 Landai, tapi Ada Sejuta Pengangguran Intelektual di Indonesia, Para Sarjana Masih Susah Cari Kerja
RIAU24.COM - Ketika Covid-19 mulai menjadi pandemi, merupakan tahun terberat bagi Indonesia. Tidak saja dari sisi perekonomian tapi juga bagi para mahasiswa yang baru menyandang gelar sarjana. Hampir semua perusahaan tidak membuka lowongan kerja, sehingga berdampak pada peningkatan jumlah sarjana yang menganggur. Perusahaan-perusahaan penyerap sumber daya manusia mengurangi proses produksinya, yang berdampak pada kondisi keuangan perusahaan.
Dari menghentikan penerimaan karyawan hingga merumahkan karyawan menjadi berita yang tidak enak yang selalu kita dengar.
zxc1
Saat ini pandemi COVID-19 mulai melandai. Perekonomian Indonesia mulai pulih. Pasar pun mulai menyerap tenaga kerja.
Namun karena kondisi perekonomian yang baru mulai bangkit, mempengaruhi upah yang diterima sarjana. Walau pengangguran tingkat sarjana menurun, namun upah yang diterima juga cenderung menurun. Sebaliknya angka pengangguran di kelompok pendidikan rendah meningkat, dengan tingkat upah yang tidak berubah dari periode sebelum pandemi.
Pada semester kedua tahun 2020 data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran yang meningkat 3,66 persen atau 5,74 juta orang menganggur. Tingkat pengangguran tertinggi terjadi per Agustus 2020 yang melonjak 7,07 persen atau bertambah 2,89 juta menganggur menjadi 9,77 juta orang. Menurut BPS tercatat sebagai tingkat pengangguran tertinggi selama satu dekade terakhir.
Memasuki Februari 2020, porsi para pencari kerja kalangan sarjana atau diploma mencapai 15,7 persen.
Atau lebih dari 1 juta lulusan yang menganggur, dengan rincian 265 ribu orang lulusan diploma dan 815 ribu lulusan sarjana. Hal ini pernah terjadi pada 2018 saat terjadi krisis keuangan.
Walau sempat turun menjadi 13,2 persen pada Agustus 2020, namun secara angka bertambah menjadi 1.286.464 penganggur. Angka ini tergolong besar jika melihat 5 tahun ke belakang.
Persentase ini kembali naik pada awal Februari 2021 yaitu sebesar 14,5 persen, dari kalangan sarjana menjadi 999.534 sedangkan untuk diploma yang menjadi 254.475 orang.
Pada triwulan kedua 2021 perekonomian Indonesia mulai tumbuh menjadi 7,07 persen. Sektor-sektor industri mulai bangkit dan kembali menyerap tenaga kerja. Hal ini dipicu oleh semakin melandainya kasus harian COVID-19 dan jumlah penduduk yang divaksin semakin banyak.
Persentase pencari kerja kalangan sarjana juga turun menjadi 11,8 persen dan total pengangguran turun 6,24 persen. Para sarjana mulai memasuki dunia kerja kembali.
BPS melalui Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021 lalu mencatat, dominasi pengangguran penduduk lulusan SMA sebesar 27,17 persen dan SMK 23.2 persen. Tapi jika digabungkan total pengangguran SMA dan SMK sebelum pandemi 2019, angka ini lebih rendah yaitu 52,83 persen.
Pandemi mengakibatkan tingkat pengangguran di kalangan pendidikan di bawah SMA meningkat. Karena banyak industri padat karya yang berhenti beroperasi. Lulusan SMP bertambah 500 ribu orang, naik dari 16,01 persen ke 17,63 persen. Pada kelompok lulusan SD pertambahan juga semakin besar yaitu 536 ribu orang dari 12,17 persen ke 15,31 persen.
Melihat hal tersebut, pemerintah sebaiknya memberi perhatian pada kelompok penggangguran ini. Yang dibutuhkan saat ini adalah industri-industri bersifat padat karya, dengan sasaran tenaga kerja dengan kelompok latar belakang pendidikan di bawah SMA/SMK. Akses-akses pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka sebaiknya juga dipermudah, sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang layak. BPS juga mengeluarkan laporan Indikator Pekerjaan yang Layak di Indonesia tahun 2021. Pada tahun 2021 rata-rata upah adalah RP2,74 juta per bulan, sedikit turun dari 2020 sebesar RP2,76 juta per bulan. Rata-rata upah para sarjana adalah Rp3,99 juta per bulan jika dilihat melalui tingkat pendidikan.
Dari data tersebut terlihat walaupun tingkat pengangguran sarjana berkurang, namun upah yang diterima berkurang karena pandemi yang belum benar-benar tuntas. Adalah hal yang penting bagi setiap penduduk mendapatkan upah sesuai dengan keahliannya, untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Diperlukan peran pemerintah, bukan hanya menyediakan lapangan kerja tapi juga pekerjaan dengan imbalan yang layak.