Lika-liku Perjalanan Sudirman, Panglima Besar TNI Pertama yang Terpilih Saat Berusia 29 Tahun: Tonggak Kepercayaan
RIAU24.COM - Kurang lebih dua bulan setelah kemerdekaan atau tepatnya pada 12 November 1945, para pemuda komandan divisi dan resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) se-Jawa dan Sumatera berkumpul di Markas Tinggi TKR Gondokusuman, Yogyakarta. Mereka menggelar rapat untuk memutuskan siapa yang pantas memegang tampuk kepemimpinan tertinggi angkatan perang Indonesia.
Dilansir dari Seri Buku Tempo: Soedirman Seorang Panglima, Seorang Martir, pada saat itu, sebenarnya sedang berlangsung rapat koordinasi dan strategi menghadapi kemungkinan agresi Belanda yang mendompleng tentara Sekutu. Tetapi, tiba-tiba Kolonel Holland Iskandar, mantan perwira Pembela Tanah Air (Peta), menginterupsi pemimpin sidang, Oerip Soemohardjo.
Holland meminta peserta rapat memilih pemimpin tertinggi TKR yang baru dibentuk seminggu sebelumnya. Dia meyakinkan peserta rapat bahwa TKR sangat membutuhkan seorang pemimpin atau Panglima Besar.
Karena itu, A.H. Nasution dalam bukunya berjudul TNI Jilid 1, menulis bahwa ia curiga pembelokan agenda pertemuan Gondokusuman tersebut sudah diatur sebelumnya. Sehingga interupsi yang dilakukan Holland hanyalah akting belaka karena banyaknya dukungan dari peserta rapat yang berlatar belakang eks Peta.
Tjokropranolo dalam bukunya berjudul "Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman" menulis bahwa pemilihan berlangsung dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dan kedua diberlakukan sistem gugur.
Kongres dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR, Urip Sumoharjo. Perundingan tidak berjalan mulus karena anggota rapat berebutan untuk menyampaikan pendapatnya masing-masing. Karena menemui jalan buntu, pemilihan panglima pun dilakukan melalui pemungutan suara.