Didukung Sahabat LBP Jadi Capres, Pengamat: Mulut Luhut Bermasalah
RIAU24.COM - Deklarasi yang dilakukan relawan Sahabat Binsar Pandjaitan (LBP) yang mendukung Menko Maritim dan Investasi untuk maju dalam pilpres 2024 harus diikuti oleh kerja yang sangat keras.
Karna tidak mudah bagi LBP untuk dapat meraih simpati publik. Karna mengingat sepak terjangnya semalam ini sebagai menteri pada kabinet Jokowi sudah dikenal masyarakat.
Menurut pengamat politik dari Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang (Uniska), Eka Yusuf, setiap orang sah-sah saja diusung jadi calon presiden selama memenuhi aturan, termasuk LBP.
Tapi, masyarakat lah yang akan menentukan siapa orang yang paling pantas menjadi pemimpin mereka. Hal itu bisa dilihat dari elektabilitas seorang tokoh melalui berbagai survei yang selama ini sudah banyak dirilis.
Doktor alumnus Universitas Padjadjaran Bandung ini mengungkapkan, bukan hal mudah bagi Luhut untuk mendapat simpati publik. Torehan "prestasi" yang dibanggakan para relawan Sahabat LBP belum tentu jadi faktor penentu munculnya dukungan publik.
Dalam pandangan Eka, Luhut bermasalah dengan mulutnya. Tutur kata dalam berkomunikasi dia jadi sorotan publik, sekaligus jadi cermin bagaimana menteri kepercayaan Jokowi itu memimpin dan memperlakukan rakyat.
"Luhut harus mampu mengubah gaya bicara terutama dalam menggunakan bahasa yang lebih luwes untuk masyarakat," ujarnya mengutib dari Kantor Berita RMOLJabar, Senin (11/10).
Eka menjelaskan, dari perspektif komunikasi budaya, cara komunikasi Luhut yang tidak luwes akan membuat masyarakat multikultur Indonesia tidak menaruh simpati kepadanya. Ujungnya, elektabilitas Luhut sulit untuk didongkrak.
"Artinya, masyarakat Indonesia yang sangat multietnik itu mengharapkan sosok atau figur yang tidak menonjolkan salah satu aspek budaya dan etnik tertentu. Meskipun itu hanya dilihat dari perspektif bahasa dan intonasi gaya bicara seseorang,” tutur Eka.
"Bahasa itu menjadi identitas dan penentu dalam kegiatan berkomunikasi, terutama yang akan dan mau dilakukan oleh Luhut," imbuhnya.
Eka menambahkan, karakter vokal Luhut yang keras, dengan ritme yang cepat, tak mudah diterima sebagian kelompok masyarakat Indonesia.