Menu

Berkuasa di Afghanistan, Taliban Larang Perempuan Untuk Keluar Rumah, Alasannya....

Muhammad Iqbal 25 Aug 2021, 11:45
Ilustrasi/net
Ilustrasi/net

RIAU24.COM - Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid menyebutkan jika untuk saat ini perempuan yang bekerja harus tetap di rumah demi keamanan mereka sampai prosedur ditetapkan.

"Ini prosedur yang sangat sementara," ujarnya dilansir dari Detik.com, Rabu, 25 Agustus 2021.

"Pasukan keamanan kami belum dilatih untuk menghadapi perempuan - bagaimana bicara dengan sebagian dari mereka," ujarnya lagi.

"Sampai itu dilakukan dan kami memiliki prosedur keamanan ... kami meminta perempuan tetap di rumah," kata dia.

Mujahid menambahkan mereka tidak memiliki daftar orang yang diburu untuk balas dendam dan menyebut bahwa mereka "telah melupakan semua hal di masa lalu," ucapnya.

Pernyataan Mujahid itu muncul di tengah laporan bahwa kelompok itu melakukan eksekusi yang disebut oleh Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet berasal dari "laporan kredibel".

Pelanggarakan HAM lain, termasuk pembatasan hak perempuan dan merekrut tentara anak, kata Bachelet kepada Dewan HAM PBB.

Taliban menerapkan syariah secara ketat saat menguasai Taliban sebelum 2001. Sejak menguasasi kembali Afghanistan, sembilan hari lalu, kelompok militan itu mencoba menunjukkan citra yang lebih positif dengan janji menghargai hak perempuan serta kebebasan berbicara.

Namun sejumlah pihak menyatakan skeptis di tengah laporan banyaknya perempuan yang belum menikah di sejumlah daerah bersembunyi di rumah karena diancam akan dinikahi secara paksa oleh mereka.

Bachelet mengatakan hak perempuan adalah "landasan penting" dan ia menyerukan kepada negara anggota PBB untuk menciptakan badan khusus mengawasi hak asasi manusia di Afghanistan.

Pekan lalu, organisasi HAM, Amnesty Internasional mengatakan Taliban baru-baru ini "membantai" dan secara brutal menyiksa kelompok minoritas Hazara.

Para saksi mata - yang memberikan kesaksian yang mengerikan - terkait pembunuhan awal Juli di Provinsi Ghazni. Amnesty mengatakan insiden itu merupakan "indikator mengerikan" tentang kekuasaan Taliban.