PBB Peringatkan Situasi COVID-19 yang Semakin Mengerikan di Myanmar
href="//www.riau24.com">RIAU24.COM - Inggris telah memperingatkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa setengah dari populasi 54 juta Myanmar yang dilanda kudeta dapat terinfeksi COVID-19 dalam dua minggu ke depan. Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, memicu protes dan pertempuran yang meluas antara tentara dan milisi sipil yang baru dibentuk.
Amerika Serikat, Inggris dan lain-lain telah menjatuhkan sanksi pada para jenderal untuk kudeta dan penindasan protes pro-demokrasi di mana ratusan orang telah tewas. Bisnis militer yang luas juga menjadi sasaran. “Kudeta telah mengakibatkan kehancuran total sistem perawatan kesehatan, dan petugas kesehatan diserang dan ditangkap,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward dalam diskusi informal Dewan Keamanan tentang Myanmar.
“Virus ini menyebar melalui populasi, memang sangat cepat. Dengan beberapa perkiraan, dalam dua minggu ke depan, setengah dari populasi Myanmar dapat terinfeksi COVID, ”katanya.
href="https://www.riau24.com/tag/inggris" class="text-tags text-success text-decoration-none">Inggris mendesak Dewan untuk memastikan resolusi 2565, yang menuntut gencatan senjata di zona konflik untuk memungkinkan pengiriman vaksin virus corona yang aman, dihormati di Myanmar. “Sangat penting bagi kami untuk mempertimbangkan bagaimana menerapkannya,” kata Woodward.
Media pemerintah Myanmar melaporkan pada hari Rabu bahwa militer sedang mencari bantuan internasional untuk mengatasi virus corona. Infeksi di negara Asia Tenggara itu telah melonjak sejak Juni, dengan 4.980 kasus dan 365 kematian dilaporkan pada Rabu, menurut data kementerian kesehatan yang dikutip di media pemerintah. Petugas medis dan layanan pemakaman menempatkan korban jauh lebih tinggi.
PBB memperkirakan hanya 40 persen fasilitas kesehatan Myanmar yang masih dapat berfungsi. Banyak dokter dan petugas kesehatan bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil yang dimulai setelah kudeta, dan menjadi sasaran militer.