Melarang Lagu Nicki Minaj dan Bruno Mars Diputar Adalah Hal yang Sia-sia, Kata Seorang Musisi Asal Indonesia
Musisi Hikmawan ‘Indra’ Saefullah, yang bermain gitar di band indie Indonesia Alone at Last dari 2002 hingga 2013, mengatakan bahwa artis lokal tidak menganggap serius KPI. Sebaliknya, hal itu secara luas dilihat sebagai membuang-buang waktu untuk isyarat – seperti melarang lagu-lagu pop – sambil mengabaikan buruknya kualitas penyiaran Indonesia secara umum. Tindakan terbarunya juga sesat, kata Indra.
“Selain menunjukkan kepanikan moral, sensor seperti itu tidak akan pernah efektif. Apalagi ketika negara ingin membentuk citra Indonesia sebagai bangsa yang berakhlak mulia tetapi melakukannya dengan cara yang aneh.”
Indra mengatakan, percuma menyensor lagu di radio pada 2021, karena sebagian besar pendengar di Indonesia kini mengakses musik dan bentuk hiburan lain melalui layanan streaming seperti Spotify. Walaupun internet disensor di Indonesia – dengan situs web pornografi dan perjudian resmi dilarang – internet tidak dipantau secara ketat seperti televisi dan radio dan banyak pengguna merasa langkah-langkah tersebut mudah diabaikan dengan penggunaan teknologi seperti VPN.
Menurut penelitian Security.org pada tahun 2021, penggunaan VPN di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia, dengan 55 persen pengguna internet di negara ini menggunakan layanan tersebut.
Namun, Mikail 'Mike' Israfil, vokalis band punk Indonesia Marjinal, mengatakan bahwa penyensoran – meskipun mudah untuk dilakukan – “harus selalu dianggap sebagai kemunduran di dunia terbuka saat ini. Ini mengkhianati prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya diterapkan di Indonesia”.
“Sebagai seorang musisi, saya merasa tindakan penindasan terhadap kebebasan berekspresi ini biasanya dilakukan oleh pecundang yang dengki yang tidak memiliki prinsip dalam hidup,” katanya.