Kerap Berusaha Untuk Tidak Memusuhi Mitra Dagangnya, Kini Israel Kecam Perlakuan China ke Muslim Uighur
RIAU24.COM - Pemerintah Israel untuk pertama kalinya mengecam apa yang mereka sebut penindasan China terhadap komunitas muslim Uighur. Langkah langka pemerintah Zionis ini muncul setelah ada tekanan dari pemerintah Amerika Serikat (AS).
Israel menandatangani pernyataan bersama yang disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) yang mendesak China untuk mengizinkan pengamat independen mengakses wilayah Xinjiang barat.
Menurut para ahli PBB, di Xinjiang barat itulah hampir satu juta orang Uighur dan komunitas minoritas lainnya telah ditahan secara tidak sah di kamp-kamp.
Pernyataan tersebut dipresentasikan oleh Duta Besar Kanada Leslie Norton. Ia menyatakan prihatin dengan keberadaan pusat penahanan di Xinjiang, tempat ratusan ribu Muslim Uighur dan minoritas lainnya ditahan bahkan mengalami penyiksaan.
"Kami mendesak China untuk mengizinkan akses secepatnya, berarti, dan tanpa batas ke Xinjiang bagi pengamat independen, termasuk Komisaris Tinggi," kata Duta Besar Kanada Leslie Norton, mengutip Times of Israel
"Laporan yang dapat dipercaya menyatakan bahwa lebih dari 1 juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang, menghadapi penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya. Orang Uighur dan lainnya mengalami pembatasan tidak proporsional terhadap budaya mereka."
Israel bergabung dengan 41 negara yang setuju dengan seruan itu. Padahal Israel kerap berusaha untuk tidak memusuhi mitra dagangnya tersebut.
Pernyataan bersama didukung oleh Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Spanyol dan AS. Mengutip laporan tentang penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan berbasis gender dan pemisahan paksa anak dari orang tuanya.
Mengutip Wella News, keputusan Israel mendukung seruan itu usai mendapat tekanan dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid memutuskan setuju atas permintaan Departemen Luar Negeri AS untuk mendukung tindakan tersebut. Persetujuan itu tercapai setelah melalui perdebatan panjang di Kementerian Luar Negeri soal kemungkinan dampak dari langkah yang diambil.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Hayat mengonfirmasi bahwa negaranya telah mendukung UNHCR. Namun, Israel tidak mengeluarkan pernyataan publik yang menjelaskan dukungannya.
Langkah itu sebagai upaya nyata untuk tidak memperlihatkan diri dan menghindari kemarahan Beijing.
Sementara itu, pemerintahan baru Israel terus berusaha menjalin hubungan dekat dengan pemerintahan Biden, yang sempat melindungi mereka di Dewan Keamanan PBB ketika konflik di Gaza pada Mei lalu berkecamuk.
Israel biasanya mengabaikan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, yang menargetkan negaranya untuk dilakukan penyelidikan. Negara itu juga kerap mengabaikan pelanggaran yang meluas di negara lain.