Ebrahim Raisi yang Disanksi Amerika Atas Dugaan Eksekusi Massal Terpilih Sebagai Presiden Iran, Begini Sekilas Sosoknya
RIAU24.COM - Ebrahim Raisi (60) telah terpilih sebagai presiden Iran menggantikan Hassan Rouhani. Ebrahim Raisi yang memimpin Lembaga Kehakiman menang dalam pemilihan umum pada Jumat (18 Juni 2021).
Dilansir dari Okezone, Raisi merupakan tokoh konservatif dengan dukungan kuat dari kubu garis keras Iran. Ebrahim Raisi terkenal dengan pidato ultrakonservatifnya yang berapi-api dan pernyataan serta gagasan yang sangat kontroversial.
Bahkan kelompok hak asasi manusia (HAM) sebut Raisi terlibat dalam sebuah 'komisi kematian' setelah berakhirnya Perang Irak-Iran pada 1988. Raisi diyakini bertanggung jawab atas penghilangan dan eksekusi rahasia ribuan tahanan politik, demikian diberitakan Al Jazeera.
Makanya Raisi pada 2019 dijatuhi sanksi Amerika Serikat (AS) atas dugaannya dalam eksekusi massal yang diawasi komisi tersebut. Raisi akan menjadi Presiden Iran pertama yang menjadi sasaran sanksi AS.
Terlepas dari itu Raisi merupakan tokoh yang difavoritkan untuk gantikan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei ketika ulama berusia 82 tahun itu nantinya meninggal dunia.
Raisi lahir di Mashhad, timur laut Iran, yang merupakan kota pusat keagamaan bagi Muslim Syiah.
Seperti juga Ayatollah Khamenei, Raisi juga memakai sorban hitam, sebagai tanda dirinya adalah seorang sayyid, keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Tumbuh dalam keluarga ulama, Raisi menerima pendidikan agama dan mulai menghadiri seminari di Qom ketika dia berusia 15 tahun. Di sana, dia belajar di bawah bimbingan beberapa cendekiawan terkemuka, termasuk Khamenei.
Pada 1979, Revolusi Islam pecah di Iran. Rakyat Iran yang tidak puas dengan pemerintahan Shah melakukan aksi yang menggulingkan Mohammad Reza Pahlavi.
Raisi yang saat itu menuntut ilmu di seminari konon ikut ambil bagian dalam beberapa peristiwa yang menyebabkan penggulingan Shah Iran dan mendirikan lembaga ulama baru di bawah pimpinan Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Setelah Revolusi Islam, Raisi, yang mengklaim memiliki gelar PhD di bidang hukum bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran.