5 Fakta Bloody Mary, Ratu Inggris Pertama yang Bengis
RIAU24.COM - Kalau membahas tentang Kerajaan Inggris, kita pasti akan langsung teringat dengan Ratu Elizabeth II. Resmi menyandang gelar Ratu Inggris sejak tahun 1953, Ratu Elizabeth II memang menjadi salah satu penguasa Inggris terlama. Namun, keberadaan Ratu Elizabeth II sebagai penguasa perempuan sebenarnya tidaklah terlalu istimewa.
Karena jauh sebelum itu, Inggris juga pernah dipimpin oleh beberapa ratu. Termasuk Ratu Mary I yang merupakan ratu pertama Kerajaan Inggris. Namun berbanding terbalik dengan Ratu Elizabeth II, Ratu Mary I dikenal sebagai ratu yang kejam.
Berikut 5 fakta Seputar Bloody Mary, Ratu Inggris Pertama yang Bengis!
1. Mary I adalah satu-satunya anak raja yang bertahan hidup.
Lahir pada 18 Februari 1516 di Istana Placentiai di London, Mary Tudor atau yang lebih dikenal dengan nama Mary I adalah putri pertama pasangan Raja Henry VIII dengan istri pertamanya, Catherine dari Aragon.
Sebenarnya setelah melahirkan Mary, Catherine melahirkan lima bayi perempuan lainnya. Sayangnya, tidak ada satu pun saudara Mary yang bertahan hingga dewasa.
2. Dia dibuang jauh dari istana dan ditendang dari daftar pewaris tahta.
Mary I sebenarnya sangat layak naik tahta. Bukan cuma karena dia anak pertama dan satu-satunya, tapi juga karena sang putri mahkota merupakan anak yang cerdas. Sayangnya, ayahnya menginginkan anak laki-laki untuk menjadi penggantinya.
Setelah gagal melahirkan anak laki-laki, Raja Henry VIII menceraikan Catherine. Sebagai gantinya, dia menikahi Anne Boleyn pada 1520.
3. Pada akhirnya, dia kembali menjadi pewaris kedua.
Henry kemudian menikah lagi sebanyak empat kali, dan mendapatkan putra yang diberi nama Edward dari pernikahan ketiganya.
Pada tahun 1544, Henry VIII mengembalikan Mary Tudor dan Elizabeth I ke istana. Meski tidak menjadi yang pertama, Henry VIII juga mengembalikan posisi keduanya sebagai pewaris tahta. Sementara Mary Tudor menjadi pewaris kedua setelah Edward, Elizabet I harus puas berada di posisi ketiga.
4. Mendapat julukan sebagai “Bloody Mary”.
Bagi penganut katolik, keberdaan Mary sebagai ratu tentu sangat melegakan. Tapi bagi penganut protestan, Mary jelas adalah mimpi buruk. Tiga tahun setelahnya, Mary membakar sekitar 300 orang protestan yang menolak merubah keyakinannya menjad katolik. Untuk kejahatannya itu, sang ratu dijuluki “Bloody Mary” oleh rakyatnya sendiri.
5. Kisah Mary I berakhir menyedihkan pada tahun 1558.
Pernikahan Mary I dengan Pangeran Philip tidak berjalan baik, dan sementara sang pangeran lebih banyak menghabiskan waktunya di luar Inggris, Mary harus kehilangan Calais yang merupakan satu-satunya wilayah kekuasaan Inggris yang ada di Prancis.
Pada tahun 1558, Mary jatuh sakit setelah wabah influenza merebak di Inggris. Dia kemudian meninggal pada 17 November 1558.