Myanmar Makin Mencekam, Belasan Demonstran Kembali Ditembak Mati, Pabrik Milik China Terus Dibakar
RIAU24.COM - YANGON - Suasana di Myanmar semakin hari semakin panas dan jauh dari perdamaian. Sikap keras sama-sama dilakukan kedua belah pihak yang bertikai. Korban jiwa pun terus berjatuhan.
Pada Rabu (7/4), pasukan Myanmar menembaki pengunjuk rasa anti-kudeta menewaskan 13 orang dan melukai beberapa lainnya. Bersamaan dengan itu, serangkaian ledakan kecil menghantam ibu kota komersial Yangon dan satu pabrik milik China dibakar.
Lebih dari 580 orang telah tewas, menurut kelompok aktivis, dalam kekacauan di Myanmar sejak kudeta 1 Februari yang mengakhiri pemerintahan sipil.
Protes dan pemogokan nasional terus berlanjut sejak kudeta, meskipun militer menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan oposisi.
“Pasukan keamanan melepaskan tembakan pada Rabu terhadap pengunjuk rasa di kota barat laut Kale ketika mereka menuntut pemulihan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi,” ungkap laporan media domestik seperti dikutip Sindonews dari reuters.
Seorang penduduk daerah itu dan outlet berita Myanmar Now mengatakan 11 orang tewas dan beberapa orang lainnya luka-luka. “Dua pengunjuk rasa tewas di kota Bago dekat Yangon,” papar laporan Myanmar Now.
“Setidaknya tujuh ledakan kecil terdengar di Yangon, termasuk di gedung-gedung pemerintah, rumah sakit militer dan pusat perbelanjaan,” ungkap sejumlah penduduk.
Tidak ada korban jiwa dan tidak ada klaim tanggung jawab dalam ledakan itu.
Kedutaan Besar AS di Yangon mengatakan telah menerima laporan ‘bom suara’ buatan tangan, atau kembang api untuk menimbulkan kebisingan dan menyebabkan kerusakan minimal.
“Kebakaran terjadi di Pabrik Garmen JOC milik China di Yangon pada Rabu (7/4),” ungkap pernyataan Departemen Pemadam Kebakaran.
Tidak ada laporan korban jiwa dan tidak ada rincian tingkat kerusakan.
Di wilayah Yangon lainnya, para aktivis membakar bendera China, menurut gambar yang diposting di Facebook.
China dianggap mendukung junta militer Myanmar. Bulan lalu, serangan pembakaran dilakukan terhadap 32 pabrik yang diinvestasikan China di Yangon.***