Pemerintah Akomodasi Hasil KLB Demokrat Kubu Moeldoko, BW: Itu Kebrutalan Demokratis
RIAU24.COM - JAKARTA- Anggota Tim Pembela Demokrasi yang dibentuk Partai Demokrat, Bambang Widjojanto (BW) menyatakan, pemerintah bisa dianggap melakukan tindakan brutal bila mengakomodasi hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
Kongres yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara itu memutuskan memberhentikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum. Dan mengangkat Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum.
"Kalau kemudian ini diakomodasi, difasilitasi, tindakan-tindakan seperti ini, ini bukan sekadar abal-abal, ini brutalitas demokratik terjadi di negara ini pada periode kepemimpinannya Pak Jokowi," kata BW di PN Jakarta Pusat, Jumat (12/3/2021).
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan, kasus yang sedang menimpa Partai Demokrat saat ini tidak hanya mengancam partai tetapi juga masyarakat, bangsa, dan negara.
Sebab, katanya ada nama pejabat negara yakni Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Yang dianggapnya telah mengangkangi AD/ART Partai Demokrat.
Bambang menilai, hal ini sama saja dengan menlangkahi konstitusi negara yang menyatakan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis. Karena itulah, ia merasa terpanggil saat diminta menjadi anggota tim kuasa hukum Partai Demokrat.
"Saya merasa ada masalah fundamental yang sekarang hari ini sedang ada di dalam bangsa ini. Apa itu, kalau hak orpol (organisasi politik) yang diakui secara sah saja bisa diobok-obok dengan brutal kayak begini, maka kemudian sebenarnya kita, negara kita itu sedang terancam," kata BW.
Diberitakan sebelumnya, Partai Demokrat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap sepuluh orang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra belum mengungkap nama-nama sepuluh orang yang menjadi tergugat dalam gugatan tersebut.
Namun, ia mengatakan, para tergugat dinilai telah melanggar sejumlah aturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
"Satu, mereka itu melanggar konstitusi partai yang diakui oleh negara. Yang kedua, mereka itu juga melanggar konstitusi negara tepatnya Undang-Undang Dasar 19445 Pasal 1 karena Indonesia ini adalah negara hukum yang demokratis," ujar Herzaky.
Herzaky melanjutkan, para tergugat juga dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Partai Politik, salah satunya ketentuan dalam Pasal 26 UU Partai Politik.
"Bahwa kader yang telah diberhentikan atau kader yang telah dipecat tidak dapat membentuk kepengurusan ataupun membentuk partai politik lagi yang sama dengan yang mereka dipecat, itu Undang-Undang Partai Politik," kata dia.