Sedih, Sambil Berlutut dan Menangis, Suster Ini Meminta Rezim Militer Myanmar Untuk Tak Tembak Mati Para Pengunjuk Rasa
RIAU24.COM - Kisah seorang suster bernama Ann Roza Nu Tawng jadi viral.
Sang suster nekat menempatkan dirinya dalam bahaya, saat dia mencoba menghentikan polisi yang menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa di Myanmar.
Kali ini di Kota Myitkyina, saat bentrokan terjadi antara pengunjuk rasa anti kudeta dengan militer Myanmar pada Senin 8 Maret.
Dengan mengenakan jubah berwarna putih, Suster Ann Roza berusaha melindungi para pengunjuk rasa.
"Pertama kali saya memohon kepada polisi agar tidak memukul, tidak menangkap, tidak menindak para pengunjuk rasa, karena pengunjuk rasa tidak melakukan hal buruk, mereka hanya meneriakkan slogan-slogan," tuturnya kepada Sky News.
"Dan polisi mengatakan kepada saya 'kami dari sini, kami harus melakukan ini. Harap menjauh dari sini," lanjutnya.
"Saya menjawab, 'tidak, jika Anda ingin melakukan ini, Anda harus datang melalui saya!," kata Suster Ann.
"Kemudian polisi mengatakan kami harus melarang barikade ini di jalan'. Mereka kemudian melepaskan barikade tersebut dan setelah beberapa saat para pengunjuk rasa kembali," ungkapnya.
"Kemudian sekitar jam 12 siang pasukan keamanan akan melakukan tindakan keras, jadi sekali lagi saya memohon kepada mereka, saya berlutut di depan mereka dan saya memohon untuk tidak menembak dan tidak menangkap orang-orang".
"Polisi Myanmar juga berlutut dan mereka mengatakan kepada saya, bahwa mereka harus melakukannya karena ini untuk menghentikan protes".
Setidaknya dua pengunjuk rasa dipastikan meninggal dari bentrokan siang kemarin.
Foto-foto menyedihkan menunjukkan Suster Ann Roza berdiri di jalan saat pengunjuk rasa berlari ke arah orang yang terluka parah yang tergeletak di jalan.
Dia menangis saat melihat tubuh seorang pria yang telah ditembak di kepala.
Lebih dari sepekan lalu, Suster Ann Roza menjadi sorotan setelah berlutut di depan barisan polisi di Kota Kachin, saat dia memohon kepada mereka untuk menahan diri dari kekerasan. Sampai saat ini, sedikitnya 56 orang telah terbunuh dan 1.790 ditahan atau ditangkap sejak kudeta militer 1 Februari, menurut angka yang dikumpulkan oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Burma).