Hebatnya Napi Korupsi, Cepat Dapat Vaksin Covid, Sementara Napi di Lapas Over Kapasitas Belum Dijadwalkan
RIAU24.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberikan vaksin virus corona kepada para tahanan mereka, termasuk koruptor Bansos Juliari Batubara. Ketua KPK Firli Bahuri beralasan, tahanan KPK termasuk dalam kelompok rentan tertular dan menularkan virus corona karena berinteraksi dengan petugas rutan, penyidik, keluarga tahanan, dan kuasa hukum.
Namun, Indonesia Corruption Watch mengkritik pemberian vaksin kepada tahanan KPK di tengah terbatasnya jumlah vaksin yang ada di Indonesia dan belum menyeluruhnya pemberian vaksin kepada kelompok prioritas.
Keputusan lembaga penegak hukum tersebut menurut pengamat hukum diskriminatif karena warga binaan pemasyarakatan (WBP - meliputi narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan) yang menjalani hukuman dalam penjara yang kelebihan kapasitas belum mendapatkan vaksin.
Terdapat sekitar 30 tahanan Kejaksaan Agung dan 39 tahanan KPK yang sudah mendapatkan vaksin virus corona.
Padahal menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dalam skema prioritas pemberian vaksin yang ditetapkan pemerintah, tahanan dan WBP belum masuk dalam kategori penerima vaksin.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati, menyebut langkah lembaga penegak hukum, seperti Kejagung dan KPK, yang memvaksin tahanannya merupakan bentuk pelaksanaan kebijakan yang diskriminatif.
"Seharusnya jika tahanan KPK dan Kejagung divaksin, warga binaan lain juga harus mendapat vaksin," kata Maidina seperti dilansir BBC Indonesia.
"Jangan tahanan yang kondisinya memungkinkan dilaksanakan protokol kesehatan, satu ruangan satu orang dan dekat dengan layanan kesehatan di Jakarta, malah mendapat vaksin. Sementara warga binaan yang paling rentan, penjara penuh sesak dan memprihatinkan malah tidak divaksin," tambahnya.
Menurut Maidina, tahanan dan narapidana merupakan kelompok masyarakat yang harus masuk dalam prioritas penerimaan vaksin.
"Populasi ini tidak mudah menjalankan protokol kesehatan, seperti jaga jarak karena ada di kondisi yang tertutup, ruang gerak terbatas. Yang dihukum dari mereka adalah kemerdekaannya, bukan hak mereka untuk mendapatkan kesehatan," tambah Maidina.
Situasi itu diperparah dengan kondisi penjara umum yang kelebihan kapasitas. "Seperti di Jakarta, lapas dan rutan perempuan menjadi episentrum Covid-19, di mana banyak infeksi terjadi, begitu juga di tempat lain," katanya.