Mantan Dirjen KKP: Banyak Hal Janggal Dikebijakan Ekspor Benih Lobster
RIAU24.COM - Mantan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) periode 2018-2020, Zulficar Mochtar mengaku, ada perusahaan eksportir benih lobster yang melompati aturan.
Hal itu diungkapkannya saat bersaksi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/3/2021).
Zulficar yang bersaksi untuk pembuktian terdakwa pemberi suap benih lobster Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito menjelaskan, bahwa perusahaan ekpor hasil laut haruslah perusahaan yang telah lama membudidayakan hasil laut.
"Realita di lapangan, perusahaan yang mengajukan untuk ekspor baru dibentuk 1, 2, atau 3 bulan lalu langsung ingin ekspor. Jadi mayoritas adalah perusahaan baru, bahkan ada yang tadinya kontraktor berubah jadi perusahaan lobster," kata Zulficar.
Zulficar pun menyebutkan, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menjadi pengekspor benih lobster tidaklah gampang.
Karena, kata dia, pengekspor harus sukses panen berkelanjutan dan restoking.
Artinya, perusahaan harus sukses panen lobster setidaknya dua kali dengan ukuran tertentu baru bisa mengajukan diri sebagai pengekspor.
"Padahal, seharusnya sebelum ekspor itu ada budi daya jadi butuh waktu sekitar 9-10 bulan agar bisa sampai konsusmsi. Kalau disebut panen berkelanjutan artinya prosesnya harus panjang dan bayangan saya setelah 1 tahun baru perusahaan bisa mengajukan ekspor, bukan tiba-tiba sudah mengajukan untuk ekspor," ungkap Zulficar.
Dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir benih lobster harus memenuhi persyaratan administrasi seperti business plan perusahaan dan persyaratan teknis terkait dengan jumlah benih lobster yang diusulkan oleh berapa nelayan, serta sejumlah syarat lain.
Akan tetapi, Zulficar mengungkapkan, sudah ada dua perusahaan yang mengekspor benih lobster pada Juni 2020. Padahal, Permen 12 tahun 2020 baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020.
Zulficar mengaku tidak menandatangani surat rekomendasi untuk kedua perusahaan tersebut.
"Ada perusahaan yang lompat aturan, yaitu PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic (SSLautan Rejeki). Saya dapat informasi karena mereka sudah ekspor," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, ekspor dilakukan saat aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor benih lobster belum ditetapkan.
Kejanggalan lainnya adalah perusahaan calon eksportir sudah mulai presentasi sejak April 2020 padahal Permen terbit di bulan berikutnya.
Menurutnya, paparan itu dilakukan melalui aplikasi Zoom yang dipimpin oleh Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri KKP sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence).
"Berdasarkan arahan menteri harus mendengar paparan Zoom, pelaku usaha juga bertanya mekanismenya apa tetapi belum ada, ini tidak jelas kok bisa tiba-tiba ada paparan ditambah permintaan saya ikut paparan bukan secara formal dengan surat hanya informal dari stafsus menteri," tutur Zulficar.
Dalam kasus ini, Suharjito didakwa memberi suap kepada Menteri KP Edhy Prabowo dengan total nilai sebesar 103.000 dollar Amerika Serikat dan Rp 706 juta melalui sejumlah perantara secara bertahap.
Suap itu diberikan agar Edhy mempercepat pemberian izin budidaya dan ekspor benih lobster kepada perusahaan Suharjito.
Suharjito didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.