Staf Khusus Menteri Keuangan Sebut Utang Negara Tidak Dibebankan ke Rakyat, Said Didu: Jangan Bodohi Rakyat
RIAU24.COM - Melansir dari Kompas TV tayang Kamis (25/2), Hingga Desember 2020, utang pemerintah tercatat sebesar Rp 6.074,56 triliun. Jumlah itu terdiri dari utang luar negeri sebesar Rp 5.803,2 triliun dan utang dari dalam negeri sebesar Rp 271,36 triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah Indonesia tidak pernah punya rekam jejak gagal bayar utang. Karena pemerintah selalu berupaya menjaga rasio utang tetap sehat.
Membengkak nya utang pemerintah adalah akibat pandemi Corona, pemerintah perlu banyak uang untuk menangani Covid dan memulihkan ekonomi.
"Penarikan utang memang lebih besar di 2020 karena pandemi. Tapi secara tahunan dari 2015 sebenarnya relatif stabil kecuali karena COVID-19 tahun lalu," kata Yustinus saat menjadi pembicara sama seminar online Kantor Staf Presiden, Selasa (23/02).
Yustinus Prastowo menegaskan, utang pemerintah akan menjadi tanggung jawab negara. Bukan warga negara. Utang itu akan dibayar melalui pemasukan dari kegiatan ekonomi termasuk pajak.
Menanggapi hal ini, eks Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu memberikan pandangannya. Menurutnya, utang negara tetap akan dibebankan ke rakyat melalui pajak dan pengurangan hak-hak rakyat sebab negara harus membayar hutang.
“Ini logika apa lagi? Negara itu terdiri dari rakyat, pemerintah dan wilayah. Untuk bayar utang maka akan mengambil dari rakyat lewat pajak atau mengurangi hak rakyat dari negara karena harus bayar utang. Artinya pada akhirnya rakyatlah yang menanggung,” tulisnya melalui akun Twitter pribadi, Kamis (25/2).
“Utang dibayar oleh wajib pajak? Seorang tukang becak beli rokok dengan harga sudah termasuk cukai yang bayar pajak pabrik rokok atau tukang becak? Tukang ojek beli bensin yang sudah termasuk pajak, yang bayar pajak perusahaan minyak atau tukang ojek? Janganlah bodohi rakyat,” pungkasnya.