Temuan Amnesty Internasional, Gunakan Senjata Serbu, Polisi Myanmar Brutal Tembaki Demonstran
RIAU24.COM - Amnesty Internasional menyelidiki aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dan militer Myanmar saat mengangani unjuk rasa menentang kudeta militer. Berdasarkan analisis dari sejumlah video, ditemukan bahwa aparat banyak melakukan pelanggaran HAM.
Beberapa temuan Amnesty Internasional adalah kepolisian Myanmar telah menggunakan senapan serbu terhadap demonstran. Amnesty bahkan menyebut kalau militer setempat telah menembak kepala seorang wanita dalam aksi tersebut.
Dari analisis gambar menunjukkan seorang anggota polisi yang membawa senapan mesin jenis Uzi tiruan BA-94 atau BA-93 buatan Myanmar. "Temuan itu bertentangan dengan klaim militer bahwa pasukan keamanan hanya mengerahkan senjata yang tidak mematikan selama protes pada Selasa lalu," kata Kepala Laboratorium Bukti Krisis Amnesti, Sam Dubberley seperti dilansir Aljazira, Kamis (11/2).
Video penembakan tersebut menangkap momen tepat wanita muda, Mya Thwe Thwe Khaing yang terkena peluru di kepalanya. Menurut media lokal, wanita berusia 19 tahun itu telah kehilangan fungsi otak secara signifikan dan berpeluang kecil untuk bertahan hidup.
Amnesty memverifikasi video tersebut dan mengatakan bahwa tersangka polisi terlihat berdiri di atau dekat sisi lain jalan saat wanita itu ditembak. Dia berlindung dari meriam air dengan pengunjuk rasa lainnya di belakang halte bus ketika dia tertabrak.
"Materi media sosial yang telah kami verifikasi menunjukkan bahwa polisi dengan ceroboh menargetkan pengunjuk rasa tanpa menghormati nyawa atau keselamatan mereka sama sekali," kata Dubberley lagi.
Dia mengungkapkan, luka serius yang diderita wanita muda ini disebabkan oleh polisi Myanmar yang menembakkan peluru tajam langsung ke arah demonstran. Menurutnya, penembakan itu terjadi sehari setelah para pemimpin kudeta mengancam akan "mengambil tindakan" terhadap para pengunjuk rasa.
Amnesty juga memverifikasi lokasi pasti penembakan di Jalan Taungnyo di sebelah tenggara dari Bundaran Thabyegone di Naypyidaw. Dubberley mendesak militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan aparat yang berlebihan dalam mengawal demonstrasi. "Saat protes berlanjut, hak orang untuk menyampaikan keluhan mereka secara damai harus dihormati," ujarnya.***