Menu

Soal Kicauan Abu Janda ke Natalius Pigai, Ahli Bahasa Berikan Penjelasan: Berisi Kebencian

Muhammad Iqbal 4 Feb 2021, 09:29
Permadi Arya alias Abu Janda
Permadi Arya alias Abu Janda

RIAU24.COM Ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Krisnajaya mengatakan jika diksi "evolusi" dalam tweet yang diutarakan oleh Permadi Arya yang ditujukan kepada mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengarah kepada "evolusi manusia".

Seperti dilansir dari Rmol.id, Kamis, 4 Februari 2021, Krisna menjelaskan, pada tweet yang berbunyi "Sudah selesai evolusi belum kau?" kata "evolusi" mengacu kepada kata ganti orang, yakni "kau".

Di mana makna leksikalnya adalah "diri manusia yang mengalami proses perubahan perlahan-lahan dari suatu muasal".

Penggunaan secara sekuensial dalam satu kalimat dari kata "evolusi" dan "kau" tersebut memiliki tautan makna bahwa orang yang diajak bicara (yaitu "kau") adalah manusia yang lazim mengalami proses evolusi, sehingga ditanya si penanya merasa perlu bertanya dengan kalimat “Sudah selesai evolusi belum kau?”.

Dalam konteks percakapan saat ini, ketika seseorang membaca kata "evolusi", bersamaan dengan penggunaan kata ganti "kau" (sebagai insan) maka skemata pembaca dapat dengan mudah mengacu kepada frasa "evolusi manusia".

"Adapun unsur makna evolusi manusia itu sebagai pengetahuan umum adalah proses perubahan secara perlahan-lahan dari hewan (yaitu kera atau monyet) menjadi manusia. Penggunaan kata evolusi tersebut memiliki perikutan makna evolusi manusia," jelas Krisna, Kamis, 4 Februari 2021.

Tapi, ahli bahasa yang pernah dihadirkan dalam perkara Buni Yani beberapa waktu lalu ini mengatakan, apakah tulisan pada media sosial bersesuaian maknanya dengan apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Contohnya, makna menimbulkan ujaran kebencian.

"Maka diperlukan fakta kebahasaan yang memadai (berupa perkataan maupun tulisan) bahwa benar sudah timbul suatu akibat berupa kebencian (perasaan sangat tidak suka) dari tulisan tersebut," jelas Kisnajaya.

Kemudian, dia menambahkan, apa yang menjadi dasar bagi kebencian dalam tulisan di media sosial tersebut. Hal itu menurutnya harus dipastikan dahulu, karena pengaturan pasalnya membatasi hanya pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).