Siap-siap, Kata WHO akan Timbul Bencana Baru Akibat Kebijakan Vaksin Yang Serampangan
RIAU24.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bencana baru yang bakal muncul akibat kebijakan vaksinasi Covid-19 yang tidak seragam di beberapa negara.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan tidak adil bagi orang muda dan sehat di negara kaya untuk mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 sementara banyak orang di negara miskin yang rentan terinfeksi virus ini.
"Saya harus terus terang: dunia berada di ambang bencana kegagalan moral - dan harga dari kegagalan ini akan dibayar dengan nyawa dan mata pencaharian di negara termiskin di dunia," Ucap Tedros pada Senin (18/1/2021) didepan sesi dewan eksekutif WHO seperti diansir BBC, Selasa (19/1/2021).
Menurut Tedros, pendekatan kebijakan vaksinasi yang tidak adil itu akan merugikan diri sendiri karena akan mendorong kenaikan harga vaksin dan mendorong penimbunan vaksin.
"Pada akhirnya, tindakan ini hanya akan memperpanjang pandemi, pembatasan yang diperlukan untuk mengatasinya, serta penderitaan manusia dan ekonomi," ujarnya.
kepala WHO ini menyerukan komitmen penuh terhadap skema berbagi vaksin global melalu lembaga nirlaba Covax, yang akan mulai diluncurkan bulan depan.
"Tantangan saya kepada semua negara anggota adalah memastikan bahwa pada saat Hari Kesehatan Dunia tiba pada 7 April, vaksin Covid-19 telah diberikan di setiap negara, sebagai simbol harapan untuk mengatasi pandemi dan ketidaksetaraan dari begitu banyak tantangan kesehatan global."
Setakat ini, lebih dari 180 negara telah menandatangani prakarsa Covax, yang didukung oleh WHO dan sekelompok kelompok advokasi vaksin internasional. Tujuannya mempersatukan negara-negara menjadi satu blok sehingga mereka memiliki kekuatan lebih untuk bernegosiasi dengan perusahaan pembuat vaksin.
Sebanyak 92 negara yang semuanya berpenghasilan rendah atau menengah akan mendapatkan vaksinasi mereka yang dibayarkan dengan dana yang disponsori pendonor.
"Kami telah mendapatkan dua miliar dosis dari lima produsen, dengan opsi lebih dari satu miliar dosis lebih banyak, dan kami bertujuan untuk memulai pengiriman pada Februari," ujar Dr Tedros.***