Daftar Kekayaan Klan Hartono, Sang Pemilik BC Tempat Dimana FPI Menyimpan Uang, Bisa Beli Vaksin Untuk Seluruh Rakyat Indonesia
RIAU24.COM - PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) sempat menjadi sorotan saat diketahui sebagai lembaga jasa keuangan tempat dana dari Front Pembela Islam (FPI). Dalam keterangan resminya, bank penerbit ticker BBCA itu mengatakan aktivitas keuangan FPI di perseroan telah dibekukan.
“Merujuk pada permintaan otoritas yang berwenang, BCA telah menghentikan sementara transaksi rekening nasabah di BCA,” kata Executive Vice President Sekretariat BCA & Corporate Communication Hera F. Haryn seperti diberitakan Selasa, 5 Januari 2018.
Belakangan diketahui, nilai rekening dari organisasi yang dipimpin Rizieq Shihab itu sekitar Rp1,5 miliar. VOI kemudian mencoba melakukan konfirmasi lebih lanjut dengan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja terkait langkah-langkah pembekuan akun tersebut.
Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban resmi dari bos bank kategori BUKU IV tersebut.
Tim redaksi kemudian mencoba mencari tahu siapa pemilik BCA. Dari data yang terkumpul, tersampaikan informasi mengenai nama Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono. Kedua taipan ini ternyata bersaudara yang juga tercatat sebagai pemilik usaha linting rokok terbesar keempat di Indonesia melalui merek dagang Djarum Super.
Hartono bersaudara berhasil menggandeng BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan dengan porsi 54,95 persen. PT Dwimuria Investama sendiri masuk ke BCA pada masa krisis moneter 1998 setelah mengakuisisi saham milik Grup Salim, yang saat itu menguasai perusahaan.
Sedangkan PT Dwimuria Investama tercatat dimiliki oleh Robert Hartono sebesar 51 persen dan Bambang Hartono sebesar 49 persen.
Dari hasil 'financial plan' di BCA, marga Hartono berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 7,51 triliun dari aktivitas bisnis yang dilakukan Bank Central Asia selama periode 2019.
Nilai tersebut naik dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setelah seluruh pemegang saham sepakat untuk membagikan dividen tunai sebesar 47,9 persen dari laba bersih BBCA tahun buku 2019 sebesar Rp 28,6 triliun.
Untung Rp7,51 triliun dari BCA jelas membuat kantong Hartono bersaudara makin kental. Hal ini semakin melengkapi usaha utama keluarga yang menggarap industri tembakau yaitu Djarum Super.
Cukup sulit mengukur pendapatan dan laba bersih perusahaan rokok asal Kudus, Jawa Tengah ini. Pasalnya, Djarum belum tercatat sebagai perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak ada kewajiban untuk mengungkapkan laporan keuangan kepada publik.
Namun, sebuah data menunjukkan perusahaan ini mampu menjual hingga 58,8 miliar batang dalam setahun. Artinya jika satu batang rokok harganya Rp. 1.000, penerimaan kotor akan menjadi sekitar Rp. 58,8 triliun.
Kemudian, jika menggunakan perhitungan margin rata-rata pelaku usaha dengan pemberian keuntungan sebesar 30 persen dari harga jual, diperkirakan dua bersaudara ini bisa memperoleh penghasilan Rp 17,6 triliun dalam satu tahun.
Di sisi lain, berdasarkan data Forbes Asia yang dirilis pada Desember 2020, terungkap bahwa saudara kandung tersebut memiliki total kekayaan US $ 38,8 miliar atau setara dengan Rp548,2 triliun!
Untuk mengetahui berapa kekayaan Hartono bersaudara, analogi sederhana yang digunakan adalah membandingkan harga vaksin COVID-19 yang rencananya akan dijual oleh pemerintah.
Misalnya harga vaksin rata-rata adalah Rp. 200 ribu untuk satu dosis. Setiap orang membutuhkan setidaknya dua dosis vaksin agar dianggap cukup kebal terhadap pandemi COVID-19. Artinya, setiap orang membutuhkan minimal Rp 400.000 untuk proses vaksinasi.
Jadi jika menggunakan asumsi keuntungan keluarga Hartono di BCA periode 2019 senilai Rp 7,51 triliun, dana tersebut cukup untuk memvaksinasi 18,7 juta orang.
Lebih lanjut, jika kita mengacu pada keuntungan tahunan rata-rata rokok Djarum yang mencapai Rp 17,6 triliun, uang tersebut bisa digunakan untuk memvaksinasi 44 juta orang.
Akhirnya, jika seluruh kekayaan marga Hartono yang senilai Rp548,2 triliun dikuras habis, cukup untuk membayar vaksin 1,3 miliar orang!